Pemerintahan hari ini, baik Eksekutif atau Legislatif, tampak secara massif hendak melegalkan konsep Pancasila Soekarno sebagai satu-satunya konsep Pancasila yang legal. Setelah berhasil menetapkan tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila sebagaimana pernah diberlakukan pada masa pemerintahan Soekarno dahulu, upaya senyap-senyap DPR di masa pandemi untuk melegalkan RUU Haluan Ideologi Pancasila merupakan langkah selanjutnya.
Penetapan tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila itu sendiri masih menyisakan kontroversi, sebab Soekarno yang berpidato tentang Pancasila pada 1 Juni 1945 saat itu mengusulkan juga alternatif dasar negara lainnya, yakni Trisila dan Ekasila. Sementara itu rumusan lima sila itu sendiri sudah disampaikan Muhammad Yamin dalam pidato tiga hari sebelumnya pada tanggal 29 Mei 1945. Terlebih pada tanggal tersebut pun Pancasila belum disepakati sebagai dasar negara. Baru kemudian disepakati sebagai dasar negara dalam wujud Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dengan redaksi: Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat, dengan berdasar kepada: “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Sejarah kemudian mencatat tanggal 18 Agustus 1945 terjadi perubahan redaksi pada sila pertama menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Meski mendapatkan penentangan dari tokoh-tokoh Islam, tetapi karena masih dalam situasi darurat, disepakati untuk dibahas lebih lanjut sesudah Pemilu digelar. Pemilu yang dinantikan itu baru terlaksana tahun 1955. Selepas Pemilu sampai empat tahun berikutnya Majelis Konstituante yang dibentuk khusus untuk membahas Pancasila tidak menemukan kesepakatan. Pada akhirnya berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ditetapkan Pancasila 18 Agustus 1945 sebagai redaksinya dengan tetap dinyatakan bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 menjiwainya. Itulah rangkaian legal Pancasila; 22 Juni 1945, 18 Agustus 1945, sampai 5 Juli 1959.
Akan tetapi sejak tahun 1960-an, Soekarno sebagai salah satu penggali nilai Pancasila tampak terang-terangan hendak memaksakan penafsiran Pancasila pada ideologi Nasakom; Nasionalis, Agama, Komunis. Pada masa-masa ini gagasan Trisila dan Ekasila pun kemudian dimunculkan kembali untuk mempersempit bahkan menghilangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini diperparah dengan kebijakan kejamnya yang memenjarakan para ulama dan memanjakan tokoh-tokoh PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah PKI melakukan pengkhianatan, rakyat akhirnya serentak melakukan perlawanan. MPR kemudian mengeluarkan Ketetapan MPR (Tap MPR) yang menyatakan PKI dan ideologinya terlarang. MPR pun kemudian memberhentikan Soekarno dari jabatan Presidennya karena telah lalai terhadap PKI.
MPR adalah lembaga paling otoritatif dalam menafsirkan Pancasila. Maka Pancasila Soekarno yang selalu ingin mengakomodir Nasakom jelas ilegalnya. Jangan lagi dipaksakan untuk diterima oleh bangsa Indonesia, sebab rakyat pasti akan melawan meski harus sampai menggulingkan Pemerintah.