Di zaman jahiliyah jauh sebelum agama Islam datang, perempuan merupakan sosok yang sangat hina, bahkan perempuan hanya pemuas syahwat kaum laki-laki. Kelahiran anak perempuan dari rahim seorang ibu, merupakan suatu aib bagi keluarga. Jika seorang ibu melahirkan anak perempuan, maka bayi perempuan yang mereka lahirkan harus dikubur hidup-hidup karena mereka merasa malu dengan kelahiran bayi perempuan tersebut. Namun, ketika Islam datang, semua persepsi itu dihapuskan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِٱلْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُۥ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ
يَتَوَٰرَىٰ مِنَ ٱلْقَوْمِ مِن سُوٓءِ مَا بُشِّرَ بِهِۦٓ ۚ أَيُمْسِكُهُۥ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُۥ فِى ٱلتُّرَابِ ۗ أَلَا سَآءَ مَا يَحْكُمُونَ
Artinya : “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (Q.S An-nahl : 58-59).
Islam sebagai rahmatan lil’alamin, sangat berpengaruh terhadap kedudukan perempuan di zaman itu. Perjuangan Nabi Muhammad SAW terhadap kemerdekaan perempuan sangatlah besar. Nabi Muhammad SAW datang dengan ajaran Islam yag begitu memuliakan sosok perempuan. Bahkan Nabi Muhammad SAW merupakan teladan bagi kita dalam memuliakan perempuan.
Dalam agama Islam, kedudukan perempuan dan laki-laki sama di mata Allah SWT, hanya saja peran dan fungsi mereka berbeda. Allah SWT berfirman :
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (Q.S Ani-nisaa : 124).
Peran dan fungsi perempuan dan laki-laki berbeda, ini semua tidak terlepas dari fitrah masing-masing. Islam tidak pernah melarang kontribusi perempuan dalam bidang dakwah, ilmu pengetahuan, perniagaan atau politik sekalipun, selama tidak menyalahi fitrah mereka dan tidak melupakan kewajiban mereka yang utama, sebagai seorang anak yang apabila keluar rumah harus meminta izin kepada orang tuanya, sebagai seorang istri dan ibu yang berkewajiban mengurus anak dan kebutuhan rumah tangga, dan jika mereka mempunyai peran di tengah-tengah masyarakat sebagai seorang guru, pendakwah, pedagang harus dengan meminta izin suami. Semua ini tak lain, demi menjaga kemuliaan dan kesucian perempuan, bukan untuk mengekang perempuan, karena memang peran dan fitrah seorang laki-laki menjadi seorang pemimpin, dan fitrah seorang perempuan untuk dilindungi dan dimuliakan. Allah SWT befiman :
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Artinya :“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) , dan karena mereka (laki-laki) telah memberi nafkah dari hartanya.“ (QS. An-Nisa : 34)
Sejarah Islam mencatat, betapa besar peran perempuan dalam bidang imu pengetahuan seperti peran Siti Aisyah istri Nabi SAW yang merupakan ahli fiqh dan telah meriwayatkan banyak hadits, tentu ini sangat membantu dalam penyebaran dakwah Islam dan perluasan ilmu pengetahuan. Dalam bidang perniagaan, ada sosok Siti Khadijah istri Rasulullah yang merupakan saudagar kaya, dan ketika beliau masuk Islam, beliau berperan dalam mengelola hartanya demi kemajuan dakwah Islam. Di medan perang, terdapat banyak sosok mujahidah yang berperan dalam bidang domistik, bahkan tak sedikit yang gugur sebagai syahidah, seperti Ummu Salamah, Nusaibah binti Ka’ab, dan masih banyak mujahidah-mujahidah lainnya. Tentu semua ini menghapus faham kapitalisme yang menjadikan peran perempuan harus disetarakan dengan laki-laki (genderisasi), sebagai pencari nafkah yang mengenyampingkan tugas utama dan fitrah perempuan untuk menetap dan mengurus urusan rumah tangga . Sehingga banyak kasus perceraian rumah tangga, pelecehan seksual terhadap perempuan, yang semua ini merupakan tujuan utama mereka menjadikan perempuan sebagai sasaran utama penghancuran umat. Padahal standar berdaya dan berprestasi bagi seorang perempuan bukan diukur dari persoalan materi, akan tetapi bagaimana perempuan bisa menjadi pencetak generasi Rabbani penerus dakwah Islam.
Allah menjelaskan, bahwa dengan fitrahnya perempuan mendapatkan derajat yang tinggi. Bahkan dalam urusan ibadah saja Allah tidak penah membeda-bedakan derajat kemuliaan seorang laki-laki dan perempuan. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S Al-hujurat : 13).”
Hanya saja Alah memberikan rukhsah (keringanan) bagi perempuan dalam perkara ibadah, contohnya tidak shalat ketika masa haid, ada keringanan tidak bepuasa bagi ibu hamil dan menyusui, yang tentu terdapat hikmah dan faidah dibalik rukhsah ini.
Oleh karenanya, wahai perempuan jagalah fitrah kalian. Lakukan hal-hal positif apapun selama tidak menyalahi fitrah dan kewajiban kita. Karena, hakikat kemerdekaan bagi perempuan adalah mendapat pelindungan dan perilaku yang baik dan mulia, serta dapat berkontribusi dan memberdayakan kemampuannya dalam hal-hal bermanfa’at selama tidak menyalahi ftrahnya.
Wallahu ‘alam bishawaab
Penulis : Laila Isyrina Afriani (Staff Pengajar Pesanten Persatuan Islam 27).