Suara ‘sumbang’ hadir dari diva Indonesia, Krisdayanti, yang kini menjabat anggota DPR RI. Bukan tentang lagu, tapi tentang gaji anggota parlemen yang dianggap fantastis. Meski bagi beberapa kalangan, mungkin, biasa saja, tapi bagi masyarakat yang terkena dampak langsung dari perpanjangan PPKM (PSBB, mikro, darurat, level 4, dan entahlah namanya kemudian) jelas tidak biasa-biasa saja.
Krisdayanti mengaku menerima gaji setiap tanggal 1 sebesar Rp 16 juta. Empat hari berselang, masuk lagi ke rekeningnya tunjangan sebesar Rp 59 juta. Tak sampai di situ. Ada juga dana aspirasi Rp 450 juta yang diterima Krisdayanti. Dana aspirasi ini didapat lima kali dalam setahun serta dana reses sebesar Rp 140 juta. Pengakuannya ini mendapat tanggapan luas setelah dipublikasikan di kanal YouTube Akbar Faizal seperti terlihat pada Selasa (14/9/2021). Dua hari berselang (Kamis, 16/9/2021), setelah dipanggil oleh fraksinya, PDIP, ia pun menyampaikan permintaan maafnya karena telah membuat gaduh dan membuat repot banyak pihak (detik.com).
Kenapa harus minta maaf? Apa yang disampaikan oleh Mba KD (sapaan akrab Krisdayanti) tidaklah salah karena memang demikianlah realita anggaran yang digelontorkan, meski ada misleading (kekeliruan) dalam alokasi dana reses yang memang tidak seharusnya dikantongi di saku pribadi. Apa yang disampaikan Mba KD justru membuka mata masyarakat bahwa selama pandemi pendapatan pejabat tidak ‘terpengaruh’ PPKM. Mantan politisi Demokrat Roy Suryo justru mengaku salut atas blak-blakannya Mba KD. Menurutnya, tiap tahun selalu ada kenaikan jumlah dan periodisasinya, sampai ada istilah PAC, “Pengumpul Amplop Coklat.”
Sepekan sebelum hebohnya ‘nyanyian’ Mba KD, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, sebanyak 70,3 persen harta kekayaan para pejabat negara naik selama setahun terakhir atau di masa pandemi Covid-19. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, laporan kenaikan itu tercatat setelah pihaknya melakukan analisis terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) pada periode 2019-2020 (cnnindonesia.com).
Banyak faktor yang bisa menyebabkan harta para pejabat bertambah seperti halnya ada harta para pejabat yang turun juga. Dan juga tidak berdosa apabila harta para pejabat memang naik dengan cara-cara yang halal. Hanya saja 70,3 persen merupakan prosentase yang cukup mencolok untuk membandingkannya dengan 10,14 persen (per-Maret 2021 data BPS) meningkatnya angka kemiskinan selama pandemi. Untuk masyarakat angka 10,14 persen angka kemiskinan itu berarti kurang lebih 2,7 juta orang (belum termasuk dengan keluarganya yang terdampak).
Di satu sisi yang kaya makin kaya, di sisi lain yang miskin makin miskin. Dengan demikian, data dan ‘nyanyian’ yang ada selama masa pandemi ini sama sekali tidak mencerminkan sense of crisis (rasa kedaruratan). Mungkin, kita harus mencontoh para santri yang viral karena menutup telinga saat diperdengarkan nyanyian. Menutup mata dan telinga dari orang-orang yang ‘bernyanyi’ dan ‘menari’ di atas penderitaan orang lain. Tapi tetap membuka tangan dan suara untuk membantu meringankan penderitaan mereka. []