وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا كُنْتُمْ ثَلاَثَةً، فَلاَ يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الآخَرِ حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ، مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُحْزِنَهُ» متفق عليه، وهذا لفظ مسلم
Dari Abdillah bin Mas’ud semoga Allah meridhai kepadanya, Nabi Muhammad saw bersabda: “Apabila kalian bertiga, maka janganlah dua orang berbisik-bisik tanpa menghiraukan yang lain, sehingga kalian bergaul dengan orang-orang, karena hal tersebut akan membuatnya sedih.” (Muttafaqqun ‘alaih) dan ini adalah lafdz Imam Muslim.
(Shahih Bukhari no. 6.290 dan Shahih Muslim no. 2.184)
Nabi Muhammad saw mengajarkan kepada umatnya agar selalu beradab dalam segala hal. Termasuk beradab ketika berinteraksi dengan sasama muslim. Tujuannya adalah untuk saling menghormati dan menghargai antara sesama muslim, agar tidak menyinggung dan menjatuhkan kehormatan sesama muslim, dan bahkan dengan seluruh umat manusia sekalipun. Semua itu dilakukan demi menjaga perasaan orang lain. Dan di antara adab ketika berinteraksi dengan yang lainnya adalah tidak berbisik-bisikan.
Berbisik-bisik selalu diidentikan dengan pembicaraan yang bersifat rahasia. Dalam al-Qur’an permbicaraan seperti itu disebut dengan annajwa (pembicaraan rahasia) sedangkan di dalam hadits disebut dengan yatanaja. Yang pertama menggunakan bentuk isim mashdar sedangkan yang kedua menggunakan bentuk fi’il mudhari.
Annajwa menurut bahasa ialah pembicaraan rahasia yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan cara mengabaikan satu orang. Menurut Abu Ishaq, annajwa ialah berbisik-bisik yang dilakukan dua orang dalam suatu perkumpulan. Perbuatan semisal itu secara tegas dilarang oleh Nabi saw, karena dengannya akan menyebabkan orang lain sakit hati. Padahal sebagaimana yang disabdakan Nabi saw, muslim dengan muslim lainnya adalah saudara.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم: …..اَلْمُسْلِمُ أَخُو اَلْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ. (رواه مسلم)
“Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw bersabda: “… Orang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya; ia tidak menganiaya; tidak mengecewakannya; dan tidak menghinanya. (H.R. Muslim)
Imam Nawawi mengatakan bahwa pada hadits tersebut terdapat larangan berbisik-bisik yang dilakukan oleh dua orang dan membiarkan yang satunya lagi dalam keadaan sendirian. Begitu juga jika berempat, berlima, dan seterusnya, jika salah seorang di antara mereka dibiarkan sendiri dan tidak diikutsertakan dalam suatu pembicaraan, maka hukumnya haram. Terkecuali jika sudah ada izin dari orang tersebut.
عَنِ ابْنِ عُمَرَرضي الله عنهما، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً فَلَا يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الثَّالِثِ، إِلَّا بِإِذْنِهِ فَإِنَّ ذَلِكَ يُحْزِنُهُ» رواه أحمد
“Dari Ibnu Umar semoga Allah meridoi kepada mereka berdua, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Apabila kalian bertiga, maka janganlah berbisik-bisik dengan membiarkan yang seorang lagi, kecuali dengan seizinnya, karena hal tersebut membuatnya sedih.” (H.R. Ahmad, nomor: 6.338)
Larangan berbisik-bisik ini bersifat umum; baik itu dilakukan dalam keadaan muqim maupun safar, maka berdasarkan mazhab Ibnu ‘Umar, Imam Malik, dan mayoritas ulama. Ada juga ulama yang berpendapat, larangan berbisik-bisikan hanya berlaku saat kondisi muqim, tidak safar. Karena berbisik-bisikan saat kondisi safar, potensi menyebabkan saudaranya sakit hati itu lebih besar dibandingkan dalam kondisi muqim. Demikian keterangan Imam Nawawi.
Selain kedua pendapat di atas, ada juga ulama yang berpendapat bahwa hadits larangan tentang berbisik-bisik dimansukh (dihapus). Ceritanya, dulu orang-orang Yahudi jika melihat para sahabat Nabi saw lewat di hadapan mereka selalu membicarakannya dengan cara berbisik-bisik. Sehingga para sahabat mengira bahwa orang Yahudi sedang merencanakan suatu makar guna membunuhnya. Hal ini menyebabkan timbulnya rasa takut dari para sahabat. Oleh karenanya, Nabi saw melarang orang-orang Yahudi untuk berbisik-bisikan saat orang-orang mukmin lewat di hadapan mereka. Namun mereka bersikukuh melakukan itu. (‘Umdatut-Tafsir)
Namun tatkala Islam tersebar luas dan kekuatan umat Islam telah mapan, maka berbisik-bisiknya orang Yahudi tidak menimbulkan rasa takut para sahabat, sehingga larangan tentang berbisik-bisik menjadi tidak ada. (Syarah Muslim Imam Nawawi)
Akan tetapi menurut Imam Nawawi, larangan berbisik-bisikan tetap ada berdasarkan keumuman dalil al-Qur’an.
إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ
“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan.” (QS. Al-Mujadilah [58]: 10)
Meski larangan untuk tidak berbisik-bisik tidak berlaku secara mutlak. Jika berbisik-bisik dilakukan dalam rangka membicarakan kebaikan dan ketakwaan, maka berbisik semisal itu diperkenankan. Sebagaimana firman Allah berikut ini.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَءَامَنُوا إِذَا تَنَاجَيْتُمْ فَلا تَتَنَاجَوْا بِالإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَمَعْصِيَتِ الرَّسُولِ وَتَنَاجَوْا بِالْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan, dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (Q.S. Al-Mujadilah [58]: 9)
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْواهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ ابْتِغاءَ مَرْضاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf. atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS. An-Nisa [4]: 144)
Meski demikian, jika dikhawatirkan berbisik-bisik itu membuat saudaranya kecewa dan bersedih hati, maka secara adab ia mesti meminta ijin kepadanya dan menginformasikan tentang isi pembicarannya agar tidak menimbulkan prasangka buruk bagi saudaranya. Mengenai hal ini Nabi saw bersabda:
Dari Ibnu Umar semoga Allah meridoi kepada mereka berdua, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Apabila kalian bertiga, maka janganlah berbisik-bisik dengan membiarkan yang seorang lagi, kecuali dengan seizinnya, karena hal tersebut membuatnya sedih.” (H.R. Ahmad no. 6.338)
Atau jika hal itu tetap akan membuatnya kecewa dan bersedih hati, maka carilah seseorang agar teman yang tidak kita libatkan dalam pembicaraan rahasia itu tidak merasa sendirian. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu ‘Umar.
حَدَّثَنِي مَالِك عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ قَالَ كُنْتُ أَنَا وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عِنْدَ دَارِ خَالِدِ بْنِ عُقْبَةَ الَّتِي بِالسُّوقِ فَجَاءَ رَجُلٌ يُرِيدُ أَنْ يُنَاجِيَهُ وَلَيْسَ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَحَدٌ غَيْرِي وَغَيْرُ الرَّجُلِ الَّذِي يُرِيدُ أَنْ يُنَاجِيَهُ فَدَعَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَجُلًا آخَرَ حَتَّى كُنَّا أَرْبَعَةً فَقَالَ لِي وَلِلرَّجُلِ الَّذِي دَعَاهُ اسْتَأْخِرَا شَيْئًا فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ وَاحِدٍ. رواه مالك.
“Telah menceritakan kepadaku Malik dari Abdullah bin Dinar berkata; “Aku dan Abdullah bin Umar berada di rumah Khalid bin ‘Uqbah yang ada di pasar. Datanglah seorang laki-laki hendak berbisik dengannya, sedangkan saat itu Abdullah bin Umar tidak ada yang menemaninya kecuali aku dan pemuda yang ingin berbisik tadi. Maka Abdullah bin Umar memanggil seorang lagi sehingga kami menjadi empat orang. Lalu Abdullah bin Umar lalu berkata kepadaku dan orang yang dia panggil; ‘Mudurlah sedikit, aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Janganlah dua orang saling berbisik tanpa yang satunya.” (H.R. Imam Malik)
Demikianlah adab dalam berinteraksi antara sesama muslim. Adab ini diatur agar kemudian tidak menimbulkan permusuhan dan rasa benci antara sesama muslim. Di dalam Islam, prinsip sesama muslim adalah bersaudara merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar. Oleh semua itu, kehormatan, harta, darah, dan segala yang ada dalam diri seorang muslim mesti dijaga dengan baik-baiik. Karena itu adalah kaidah dari ikhwanul muslimin (persaudaraan orang-orang muslim). WaLlahu A’lam