Rasanya seluruh manusia sepakat bahwa pelangi ialah salah satu keindahan yang Allah berikan pada makhluk bumi secara percuma. Bila disinggung tentang warna-warni yang indah, secara otomatis dalam benak manusia akan muncul pelangi. Tapi, semua itu berubah jadi suram saat kaum LGBT menjadikan warna-warni itu sebagai identitas mereka. Sejak beberapa tahun ke belakang, kaum pelangi –sebutan bagi LGBT- mulai menjamur dan berani menampakkan diri. Mereka menyuarakan gerakannya dengan berlindung di bawah Hak Asasi Manusia. Menurut data, di tahun 2015 saja, ada sekitar 22 negara Eropa yang melegalkan LGBT. Ini menjadi peringatan bagi umat manusia, terkhusus kaum muslimin. Perilaku mereka secara jelas melanggar asas keislaman, fitrah manusia. Karena kemanusiaan (humanisme) hanya omong kosong jika melanggar garis-garis ke-Tuhanan
Dalam sisi sains pun, kasus ini jelas sebuah penyimpangan seksual. Ini yang jadi alasan penulis novel Harry Potter, JK Rowling, menyuarakan penolakannya. Ia mengkritik esai yang menyebutkan bahwa kaum non-biner (tidak laki-laki tidak perempuan) atau transgender rentan terhadap menstruasi. Baginya penyebutan transgender dapat menstruasi merendahkan martabat wanita. Belum lagi, ia juga mengkritik para ilmuwan sains yang tidak berani menampakkan fakta bahwa perubahan gender adalah sesuatu yang tidak mungkin dengan alasan perasaan. Rowling menyatakan bahwa wanita tetaplah wanita, begitu juga Laki-laki. Ia juga berpendapat bahwa transgender dapat merusak tatanan kehidupan. Novelis pun sempat membela wanita bernama Maya Forstater yang dipecat dari pekerjaannya hanya karena ia berpendapat bahwa “laki-laki tak bisa berganti menjadi perempuan”. Bahkan Rowling secara khusus menulis novel, Trouble Blood, dengan nama pena, Robert Galbraith. Novel ini mengisahkan tentang wanita yang dibunuh oleh seorang transvetit (pria yang berpakaian seperti wanita). Karena penolakannya, Rowling harus menerima serangan dari kaum pelangi juga pendukungnya. Ia dituduh sebagai transphobia (orang yang tidak nyaman dengan penyimpangan gender). Bahkan ia harus memberikan kembali penghargaan “Ripple of Hope” yang ia dapatkan tahun lalu. Rowling menyatakan bahwa ia lebih baik seperti ini daripada harus menyangkal hati nuraninya sendiri.
Islam menyebut perilaku LGBT dengan beberapa istilah dari Al-Qur’an. Ada istilah “fahisyah” (perbuatan keji) seperti yang tertera pada QS. Al-‘Araf [7] : 80; Q.S. al-Naml [27]: 54; dan Q.S. al-‘Ankabut [29] : 28. Juga ada istilah khabaits (perbuatan kotor) yang tertulis dalam QS. Al-Anbiya [21] 74. Menurut beberapa fuqaha, hukuman bagi pelaku LGBT bisa dengan cambuk sebanyak seratus kali bahkan sampai pada hukuman mati. Dalam artikelnya, Nashruddin Syarief, menyebut bahwa kaum LGBT itu berhak hidup, tapi untuk disembuhkan. Jika tidak, pilihan terakhirnya adalah dibunuh. Bagi umat Islam paham ini mengingatkan pada kisah kaum Nabi Luth yang dibumihanguskan oleh Allah.
وَأَمۡطَرۡنَا عَلَيۡهِم مَّطَرٗاۖ فَٱنظُرۡ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُجۡرِمِينَ
Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu). Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu (QS. Al-A’raf [7]: 84).
Banyak ayat-ayat yang serupa dengan ayat diatas, semisal; dihancurkan pada waktu shubuh (QS. Al-Hijr [15]: 65-66); ditiupkan badai batu (QS. Al-Qamar [54]: 34-35); diturunkan petir yang bertubi-tubi sekaligus dibalikkan tanahnya (QS. Al-Hijr [15]: 73-74); dihujani batu yang terbakar (QS. Hud [11]: 82-83). Allah benar-benar mengazab mereka bertubi-tubi, tanpa ampun.
Jika ditelusuri lebih dalam, LGBT adalah salah satu gerbong misi Sepili (Sekularisasi, Pluralisasi, dan Liberalisasi). Misi Sepili tidak bisa dianggap remeh. Untuk proyek LGBT saja, kucuran dananya begitu deras. Maka pergerakan LGBT ini menjalar dengan berbagai cara. Dimulai dari mendesak pengesahan legalitas mereka di berbagai negara hingga memasukkan paham LGBT pada buku-buku semisal buku; Why Puberty. LGBT juga dapat lahir dari pandangan manusia yang melihat sisi material dan seksual saja terkait hubungan laki-laki dan perempuan. LGBT jelas dapat merusak perkembangan populasi manusia. Begitupun dari segi kesehatan yang sudah pasti dapat menjadi muara munculnya berbagai penyakit. Ini menjadi pekerjaan rumah bersama yang harus diselesaikan sesegera mungkin. Harus ada sinergi langkah dari berbagai komponen masyarakat, yang bahu-membahu mendesak pemerintah. Pemerintah harus berani mengambil sikap yang bijak terkait paham ini, semisal; melakukan edukasi yang berkala pada masyarakat terkait dampak buruk paham LGBT; keberanian menerbitkan UU yang melarang adanya kaum LGBT; dan juga melakukan berbagai konseling bagi para pengidap LGBT.
Penanggulangan yang paling efektif untuk paham LGBT ini dimulai dari keluarga. Dimulai dari penguatan spiritual keluarga yang dapat menjadi pondasi kokoh menangkal paham ini. Lalu pengembangan pilar-pilar edukasi di lingkungan keluarga, seperti pengenalan sex education secara bertahap dari orang tua kepada anaknya. Ini penting bahkan wajib dilakukan oleh orang tua. Sebab, jika peran ini tidak diambil oleh keluarga, anak bisa saja mendapatkan pemahaman ini dari tempat lain yang belum tentu benar. Begitupun usaha penciptaan suasana keluarga yang harmonis merupakan langkah yang tepat. Karena dari berbagai kasus LGBT, masalah keluarga adalah yang paling sering menjadi alasan. Wa-Llahu a’lam.