Diantara wujud syukur atas nikmat yang Allah Ta’ala berikan ialah ketika seorang hamba semakin bertambah tulus beribadah kepada Allah swt, melalui ibadah qurban salah satunya. Itulah alasannya, ketika Allah menjelaskan di dalam ayat pertama surat al-Kautsar Allah mengingatkan akan nikmat yang banyak yang telah Allah berikan kepada Nabi Muhammad Saw, kemudian Allah memerintahkan nabi Muhammad untuk melaksakan ibadah shalat dan ibadah qurban.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah (Sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah)” (Q.S al-Kautsar : 2)
Menurut Imam Qatadah perintah shalat dalam ayat ini yang dimaksud adalah shalat ‘Id sedangkan menyembelih disini adalah menyembelih hewan qurban setelah melaksakan shalat ‘Id. (Tafsir al-Qurtubi : 218 Jilid 20)
Para Ulama menilai Ibadah qurban itu lebih utama daripada sedekah harta senilai dengan qurban tersebut. Keutamaan qurban ini sebagaimana disampaikan oleh Sa’id bin al-Musayyab dan Imam an-Nawawi rahimahuma-Llah.
«لَأَنْ أُضَحِّيَ بِشَاةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِمِائَةِ دِرْهَمٍ»
“Ibadah Qurban dengan seekor domba lebih aku sukai daripada bersedekah dengan seratus dirham” (Mushannaf Abdurrazaq : 388 Jilid 4, no 8166)
مَذْهَبُنَا أَنَّ الْأُضْحِيَّةَ أَفْضَلُ مِنْ صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ لِلْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ الْمَشْهُورَةِ فِي فَضْلِ الْأُضْحِيَّةِ وَلِأَنَّهَا مُخْتَلَفٌ فِي وُجُوبِهَا بِخِلَافِ صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ وَلِأَنَّ التَّضْحِيَةَ شِعَارٌ ظَاهِرٌ
“Dalam madzhab kami (Madzham Syafi’i) bahwa menyembelih qurban itu lebih utama daripada amalan sunnah berdasarkan hadis-hadis shahih yang masyhur tentang keutamaan menyembelih qurban dikarenakan qurban itu diperselisihkan tentang kewajibannya berbeda dengan sedekah sunnah (jelas kesunahannya) dan dikarenakan pula ibadah qurban itu merupakan suatu syi’ar yang jelas” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab : 425 Jilid 8)
Dalam menyempurnakan keutamaan ibadah qurban ini, maka sudah seharusnya setiap hamba mengetahui adab-adab dalam berqurban sebagaimana berikut.
Adab-Adab Berqurban
Diantara penjelasan para ulama tentang adab-adab qurban diantaranya; Pertama, tidak memotong rambut dan kuku sejak hari pertama bulan dzulhijjah. Sebagaimana Nabi Saw. menjelaskan,
مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ
“Siapa saja yang ingin berqurban dan apabila telah memasuki awal Dzulhijah (1 Dzulhijah), maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya sampai ia berqurban” (H.R Muslim no 42 hal. 1566 Juz 3)
Kedua, berbuat Ihsan ketika menyembelih. Sifat ihsan ini sebagaimana diperintahkan oleh Nabi Saw,
«إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ، فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ»
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan supaya selalu bersikap baik terhadap setiap sesuatu, jika kamu membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik, jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik, tajamkan pisaumu dan senangkanlah hewan sembelihanmu.” (H.R Muslim hal 1548 Juz 3 no 57)
Ketiga, membaringkan hewan sembelihan. Sebagaimana Nabi Saw. pula melakukan demikian,
“Dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyuruh untuk diambilkan dua ekor domba bertanduk yang di kakinya berwarna hitam, perutnya terdapat belang hitam, dan di kedua matanya terdapat belang hitam. Kemudian domba tersebut di serahkan kepada beliau untuk dikurbankan, lalu beliau bersabda kepada ‘Aisyah: “Wahai ‘Aisyah, bawalah pisau kemari.” Kemudian beliau bersabda: “Asahlah pisau ini dengan batu.” Lantas ‘Aisyah melakukan apa yang di perintahkan beliau, setelah di asah, beliau mengambilnya dan mengambil domba tersebut dan membaringkannya lalu beliau menyembelihnya.” (H.R Muslim no 1967)
Keempat, Menghadap kiblat ketika hendak menyembelih qurban. Diantara ulama ada yang menafsirkan makna wanhar dalam surat al-Kautsar itu adalah menghadap kiblat ketika menyembelih.
وَانْحَرْ أَيْ: اسْتَقْبِلْ بِنَحْرِكَ الْقِبْلَةَ
“wanhar maknanya yaitu hadapkanlah sembelihanmu ke kiblat” (Ibnu Katsir : 503 Jilid 8). Bahkan Ibnu Umar ra. pun tidak menyukai makanan dari sembelihan yang tidak menghadap kiblat sebagaimana penuturan Nafi sebagai berikut,
عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ ابْنَ عُمَرَ: «كَانَ يَكْرَهُ أَنْ يَأْكُلَ ذَبِيحَةً ذَبَحَهُ لِغَيْرِ الْقِبْلَةِ»
“Dari Nafi bahwasannya Ibnu Umar tidak menyukai makanan sembelihan yang tidak menghadap kiblat” (H.R Abdurrazaq no 8585).
Kelima, memotong dua urat nadi pada leher, kerongkongan dan tenggorokan. Imam Ibnu Mundzir mengatakan,
قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّهُ إذَا قَطَعَ بِمَا يَجُوزُ الذبج به وسمى وقطع الحلقوم والمرئ وَالْوَدَجَيْنِ وَأَسَالَ الدَّمَ حَصَلَتْ الذَّكَاةُ وَحَلَّتْ الذَّبِيحَةُ
“Imam Ibnul Mundzir mengatakan, Ahli Ilmu sepakat bahwasannya jika seorang memotong sembelihan yang boleh dipotong, kemudian menyebut nama Allah, memotong kerongkongan, tenggorokan dan dua urat nadi pada leher dan mengalirkan darah maka diperolehlah penyembelihan itu sehingga sembelihannya menjadi halal” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab : 90 : 9)
Keenam, mengucapkan bismillah dan bertakbir ketika menyembelih. Anas bin Malik menjelaskan,
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: «ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ، فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا، يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ، فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ»
dari Anas dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih banyak daripada warna hitam, aku melihat beliau meletakkan kaki beliau di atas rusuk domba tersebut sambil menyebut nama Allah dan bertakbir, lalu beliau menyembelih domba itu dengan tangan beliau sendiri.” (H.R Muslim no 5558 hal 101 Jilid 8)
Ketujuh, Meminta agar sembelihan itu diterima oleh Allah swt. sebagaimana nabi saw. ketika setelah menyembelih mengatakan,
اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ
“Ya Allah Qurban ini dari-Mu dan untuk-Mu” (H.R Abu Dawud no 2795).
Wallahu A’lam bis Shawwab