Pola pendidikan terbaik jelas sudah tercantum di dalam al-Quran, yakni dalam Quran Surat Luqman ayat 13-19, kisah Luqman dengan anaknya:
“Dan ingatlah nasihat Luqman kepada putranya ketika menasihatinya, ‘Wahai anakku, janganlah menyekutukan Allah (sehingga engkau menzhalimi diri sendiri). Sungguh syirik itu dosa paling besar (dan paling buruk)!’
Ayat ini berkaitan dengan ilmu Tauhid, mengajari anak tentang keesaan Allah ‘Azza Wa Jalla. Bahwa hanya Allah Ta’ala yang berhak disembah.
“(14) Dan kami wasiatkan kepada manusia agar berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan masa kandungan hingga penyapihannya berlangsung dalam dua tahun. Kami katakan kepadanya, ‘Bersyukurlah kepada Allah, kemudian kepada kedua orang tuamu. Hanya kepadaKu tempat kembali, (lalu Aku membalas masing-masing orang sesuai yang menjadi haknya). (15) Wahai anak yang beriman, jika kedua orang tuamu bersikeras agar engkau menyekutukanKu dengan selainKu dalam beribadah kepadaKu, yang engkau tidak memiliki ilmu mengenainya, atau ia memerintahmu melakukan salah satu kemaksiatan kepada Allah, janganlah mematuhi keduanya karena itu merupakan ketaatan kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Khaliq. Tetaplah memperlakukan keduanya dengan baik dalam urusan dunia yang tidak mengandung dosa. Wahai anak yang beriman, tempuhlah jalan orang-orang yang bertaubat dari dosanya, kembali kepadaKu dan beriman kepada RasulKu, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kemudian kalian akan kembali kepadaKu, lalu Kukabarkan kepada kalian segala yang telah kalian lakukan di dunia, dan Kubalas setiap orang yang beramal sesuai dengan amalnya. (16) Wahai anakku, ketahuilah bahwa keburukan atau kebaikan, sekalipun sebesar biji sawi (yang sangat kecil) berada di dalam gunung, dimanapun tempat, di langit atau di bumi, sesungguhnya Allah pasti mendatangkannya dan menghisabnya pada Hari Kiamat. Sungguh, Allah Mahalembut terhadap hamba-hambaNya lagi Mahamengetahui tentang amal mereka.”
Ayat-ayat ini mengajarkan tentang sifat-sifat Allah, mengenalkan lebih dalam kepada anak tentang Asma`ul Husna, berikut perintah untuk menaati RasulNya. Dan mengenalkan tentang hari akhir, bahwa semua amal yang dilakukan di dunia ini tidak luput dari pandangan Allah pun semuanya akan mendapatkan balasan. Jika amal yang dilakukan baik maka balasannya kenikmatan, jika amalannya buruk maka balasannya siksa. Semua tindak-langkah, tingkah laku akan dipertanggungjawabkan di kehidupan akhirat kelak.
“Wahai anakku, laksanakan shalat (secara sempurna dengan semua rukun, syarat, dan kewajibannya). Lakukan amar ma’ruf dan nahyi munkar (dengan lemah lembut dan bijaksana, sesuai dengan kemampuanmu). Serta bersabarlah terhadap hal-hal menyakitkan yang menimpamu (akibat amar ma’ruf dan nahyi munkar yang kaulakukan itu). Ketahuilah, wasiat-wasiat yang diperintahkan oleh Allah ini termasuk perkara-perkara yang patut menjadi sesuatu yang sangat diingini.”
Dari ayat ini pendidikan selanjutnya yang perlu didapat oleh seorang anak adalah ibadah. Setelah mengenali arti ketauhidan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan ketaatan kepada Rasul-Nya, maka selanjutnya adalah cara beribadah, serta mengajarkan arti berdakwah kepada manusia lainnya dengan amar ma’ruf (mengajak kepada kebaikan) dan nahyi munkar (melarang dari berbuat kemunkaran). Dan menjadi seorang yang penyabar atas berbagai ujian yang menimpanya. Karena hidup di dunia tidak pernah luput dari ujian, maka perkuatlah diri menjadi manusia penyabar.
“Jangan memalingkan wajah dari manusia ketika engkau berbicara kepada mereka atau mereka berbicara kepadamu lantaran meremehkan atau sombong kepada mereka, jangan pula berjalan di muka bumi di tengah-tengah manusia dengan angkuh dan congkak. Sungguh, Allah tidak mencintai setiap orang yang sombong serta membanggakan diri, keadaan, dan ucapannya.”
Pendidikan untuk anak selanjutnya adalah mengajarkan perihal akhlaq dan adab. Bagaimana menjadi manusia yang berbudi luhur bagi manusia lainnya.
“Bersikaplah tawadlu dalam berjalan, rendahkan suaramu, dan jangan meninggikannya, sesungguhnya suara paling buruk dan paling dibenci adalah suara keledai yang terkenal dengan kedunguan dan kenyaringan suaranya.”
Dari ayat ini mengajarkan pentingnya arti berilmu. Mendidik anak agar menjadi seorang yang berilmu, sehingga ucapan yang terucap dari bibirnya bukan suara nyaring dari tong kosong. Istilah peribahasanya, “Tong kosong nyaring bunyinya.” Semakin berbobot isi kepala, maka ucapannya akan meredam bunyi-bunyi nyaring dari bibir lainnya.
Dari kisah tersebut sedikit banyaknya menggambarkan kepada setiap orang tua tentang kurikulum pendidikan anak. Dimana pondasi sebuah keluarga adalah dinul-haq (agama yang benar). Mengenalkan anak kepada Allah dan RasulNya, menjadikannya seorang yang taat beribadah, berakhlaq mulia, beradab, serta berilmu adalah kuncinya.
Melihat berita di siaran televisi seringkali mengabarkan kasus pembunuhan. Saling bunuh di antara anggota keluarga. Pembunuhan yang dilakukan anak kepada ayah, anak kepada ibu, ayah kepada anak, ibu kepada anak, suami kepada istri, ataupun sebaliknya istri kepada suami. Bahkan ada kasus pembunuhan semua anggota keluarganya, suami membunuh istri dan anak-anaknya. Ini bukan lagi sebuah film ataupun cerita fiksi genre horror-thriller lagi, tapi ini sudah jadi kenyataan di masyarakat Indonesia. Banyak variabel yang menyebabkan hal demikian, tapi tidak ada salahnya menyebut bahwa hal tersebut juga terjadi karena minimnya pendidikan sebagai pondasi sebuah keluarga.
Wa-Llahu ta’ala a’lam