Akhir-akhir ini beredar di masyarakat “Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035” (PJPI) yang dirilis pada Mei 2020 sebagai dokumen rahasia. Kemunculan draf ini tidak lepas dari kontroversi dari berbagai kalangan, terutama oleh para pemuka agama. Kontroversi itu muncul ketika dalam visi Pendidikan Indonesisa 2035 tidak ada frasa agama sebagai visinya.
Kritik itu datang dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir. Draf Peta Jalan Pendidikan per Mei 2020 menyebut Visi Pendidikan Indonesia 2035 adalah ‘Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila’.
Haedar, seperti yang dirilis oleh cnnidonesia.com, menyatakan tak setuju dengan visi pendidikan tersebut karena tidak memuat frasa ‘agama’. Dia menilai ketiadaan kata ‘agama’ dalam visi pendidikan telah melawan peraturan pemerintah terkait, UU Sisdiknas, UUD 1945, dan Pancasila dalam hierarki hukum Indonesia.
Menurutnya, dalam sumber nilai konstruksi kehidupan kebangsaan ada tiga unsur yang penting untuk dipertimbangkan, yakni Pancasila, agama, dan budaya. Sementara Visi Pendidikan 2035 hanya menyebut ‘Pancasila’ dan ‘budaya’.
“Kenapa peta jalan pendidikan yang dirumuskan oleh Kemendikbud kok berani berbeda dari atau menyalahi Pasal 31 UUD 1945? Kalau orang hukum itu mengatakan ini pelanggaran konstitusional, tapi kami sebagai organisasi dakwah itu kalimatnya adalah ‘tidak sejalan’ dengan Pasal 31,” tuturnya, Senin (8/3).
Merespons hal ini, Kepala Biro Humas dan Kerjasama Kemendikbud Hendarman mengatakan Peta Jalan Pendidikan yang tengah digodok juga masih akan disempurnakan.
“Saat ini status Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 oleh Kemendikbud masih berupa rancangan yang terus disempurnakan,” ucap dia.
Hendarman berjanji akan terus menyampaikan perkembangan terkait penyusunan Peta Jalan Pendidikan kepada pihak terkait. Dalam proses pembentukannya, kata dia, Kemendikbud berupaya mendengar dan menampung pelbagai masukan yang didapat.
Sementara anggota DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Al Muzzammil Yusuf, dengan tegas meminta Kemendikbud mencabut draf Peta Jalan Pendidikan karena perkara tersebut. DPR sendiri memiliki dua catatan terkait rumusan itu.
Pertama, Peta Jalan Pendidikan harus merujuk pada UU Nomor 15 Tahun 2019 atas perubahan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembenntukan Peraturan Perundangan-undangan, yang mengatur bahwa peraturan presiden hanya mungkin dikeluarkan bila ada perintah UU dan perintah pemerintah. Selama hal tersebut tidak terpenuhi, kata dia, maka Peta Jalan Pendidikan tidak bisa dijadikan peraturan presiden.
Kedua, Muzammil juga mendapati bahwa progres konsep Peta Jalan Pendidikan saat ini tidak sesuai dengan awal diajukan.
“Kami khawatir mindset dari pembuatan yang disebut perpres atau peta jalan ini memang sejak awal sudah tidak merujuk kepada semangat konstitusi dan UU pendidikan,” pungkasnya (cnnindonesia.com).
Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin disebut meminta frasa “agama” tetap ada di Peta Jalan Pendidikan Indonesia (PJPI) 2020-2035. Menurut Juru Bicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi, Wapres tak menginginkan peta jalan tersebut terkesan sekuler.
KH Ma’ruf, kata Masduki, berharap masukan tokoh agar frasa “agama” tetap ada dalam draf Peta Jalan Pendidikan jadi pertimbangan utama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Wapres menilai unsur agama atau religiositas perlu ada dalam Peta Jalan Pendidikan sebagai realitas dari masyarakat Indonesia dan juga representasi dari undang-undang yang ada.
“Karena memang realitas di undang-undang seperti itu. Di masyarakat juga sama seperti itu, jangan membuat sebuah kebijakan yang terkesan seakan akan ini sekuler. Itu harapan Wapres,” kata Masduki kepada Republika, Selasa (9/3).
Wapres, kata Masduki, berharap agar Kemendikbud mengakomodasi keberatan berbagai tokoh terkait draf awal peta jalan tersebut. “Wapres mengapresiasi terhadap masukan yang diberikan berbagai tokoh agama, mulai dari NU, Muhammadiyah, dan lainnya. Mudah-mudahan ini menjadi bagian dari untuk penyempurnaan draf yang sedang disusun oleh Mendikbud,” kata Masduki (republika.id).
Untuk diketahui, Peta Jalan Pendidikan 2035 tengah digodok Kemendikbud dengan wacana dijadikan peraturan presiden pada Mei-Oktober 2020. Rumusan itu juga akan dijadikan acuan dalam revisi UU Sistem Pendidikan Nasional yang targetnya akan diajukan pemerintah ke DPR akhir tahun ini.
Terkait draf Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 ini banyak mendapat perhatian dari berbagai tokoh untuk memasukan frasa agama dalam visi Pendidikan Indonesia 2035. Terlepas dari kontroversi tidak adanya frasa agama dalam visi Pendidikan Indonesia 2035, ada sesuatu yang menarik dari Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 ini: Melahirkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang unggul serta berdasarkan terhadap nilai-nilai Pancasila yang meliputi: berakhlak mulia, kebhinekaan global, mandiri, gotong royong, bernalar kritis, dan kreatif yang di mana pengembanganyna SDM unggul ini bersifat holistik dan tidak berfokus kepada kemampuan kognitifnya saja (Kemendikbud, 2020, hlm. 30).
Untuk mencapai SDM yang unggul ini, Nadiem Makarim sejak pengangkatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selalu mengkampanyeukan “Merdeka Belajar” yang dijadikan jargon utama dalam setiap ranh pendidikan. Merdeka Belajar ini menghadirkan pendidikan berkualitas bagi seluruh rakat Indonesia ini akan melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam pelaksanaanya.
Untuk mencapai merdeka belajar ini, perlu adanya perbaikan pada berbagai aspek, diantaranya, pertama, infrastruktur dan teknologi, kedua, kebijakan prosedur dan pendanaan, ketiga, kepemimpinan, masyarakat dan budaya dengan memperbaiki kompetensi guru, kepala sekolah, dan pemerintah daerah, keempat, kurikulum, pedagogi dan assesmen kepada guru.
Perubahan yang ditawarkan oleh Kemendikbud atau pihak lain memang sangat perlu untuk dilakukan untuk memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Sebab, dengan anggaran 20% dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk sektor pendidikan masih menempatkan Indonesia di posisi 107 dalam Indeks Pembangunan Manusia (UNDP, 2020). Sebab, pendidikan dapat mengembangkan bakat seseorang sampai pada tingkat yang optimal dengan tujuan agar tiap manusia bisa ikut serta dalam pengembangan masyarakat agar mencapai bakat yang optimal juga yang itu dapat meningkatkan tingkat pembangunan manusia itu sendiri (Santoso, t.th, hlm 98). Dalam proses ini, setidaknya ada beberapa prinsip yang harus menjadi pijakan agar melahirkan SDM yang unggul sebagaimana disebutkan di atas tadi.
Prinsip Kemerdekaan
Prinsip kemerdekaan ini menghendakai bahwa kemerdekaan adalah hak bagi setiap makhluk yang ada di dunia. Kemerdekaan yang dimaksud disini ialah disiplin atas dasar norma-norma agama, sosial, dan juga budaya agar tidak menjadi kemerdekaan yang tidak kebablasan sehingga menyebabkan sesatu terjadi di luar norma yang berlaku. Sebab dengan kemerdekaannya, para pembelajar dapat mengembangkan pribadi yang kuat dan memiliki kebebasan dalam pilihannya masing-masing.
Imam Zarkasyi (dalam Susanto, hlm. 145) menyatakan kebebasan ini dimaksudkan untuk menanamkan jiwa bebas, merdeka, berkepribadian, dan berkeyakinan hidup yang dilakukan dengan cara pembiasaan, keteladanan, dan pengkondisian lingkungannya. Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa yang dimaksud dengan pola hidup pikir bebas dan merdeka di sini adalah kebabasan yang berada dalam garis-garis disiplin positif yang penuh tanggung jawab dalam kehidupan dan tidak melanggar garis-garis yang telah ditentukan oleh agama.
Kemerdekaan ini yang harus disertai dengan tanggung jawab ini karena dalam memilih tindakan dan tanggung jawab yang menyertainya akan memberikan manusia suatu kelhuruan dan martabat tinggi dalam menegakkan kehidupan ynag bermoral. Sebab keagungan manusia merupakan hasil pilihan tunduk kepada Tuhan. Selain itu, semua tindakan yang dilakukan akan menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى إِنَّمَا تُنْذِرُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَمَنْ تَزَكَّى فَإِنَّمَا يَتَزَكَّى لِنَفْسِهِ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu tidak akan dipikulkan sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat engkau beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada (azab) Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka yang melaksanakan shalat. Dan barangsiapa yang menyucikan dirinya, sesungguhnya dia menyucikan dirinya, sesungguhnya dia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allah tempat kembali (Q.S. Fathir [35]: 18).
Prinsip kemerdekaan ini setidaknya akan melahirkan pembelajar yang kritis dan mandiri sebab tidak terintervensi oleh pihak-pihak lain dalam proses pembelajarannya sehingga melahirkan kreatifitas karena telah menjadi pembelajar yang kritis. Melatih dirinya untuk memiliki sikap tanggungjawab dan akuntabilitas yang sedari bangku sekolah mesti untuk ditanamkan dalam kehidupan sehari-harinya. Tanpa terkecuali di rumah dan lingkungan sekitarnya. Hal demikian merupakan sesuatu yang melekat pada diri peserta didik bukan sebagai objek, tapi juga subjek.
Prinsip Kemanusiaan
Pendidikan sebaga proses memanuiasakan manusia menuju taraf yang lebih baik karena seunggunya pendidikan adalah suatu usaha untuk membawa manusia keluar dari kebodohan, kejumudan, dsb.
Prinsip kemanusian ini secara singktanya meliputi ajaran-ajaran kemanusiaan seperti keadilan, kejujuran, solidaritas kemanusiaan, toleransi, mewujudkan kewajiban individu dan masyarakat. Dengan demikian prinsip-prinsip itu akan melahirkan iklim hormat menghormati dan juga jaga menjaga yang merupakan praktek peradaban yang berdasarkan keagamaan.
Prinsip kemanusian yang ada beberapa ajaran-ajaran yang telah disebutkan di atas sangatlah selaras dengan ajaran Islam. Ajaran-ajaran yang disebutkan di atas setidaknya akan melahirkan pembelajar yang akan memiliki rasa kepedulian yang melahirkan budaya gotong royong di lingkunganya.
Prinsip kebangsaan
Dengan adanya prinsip kemanusiaan di atas yang telah disbutkan yang mengakibatkan bahwa pendidikan tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan. Maka dengan hal ini, kebangsaan tidak mengandung arti bermusuhan dengan bangsa lain. Prinsip kebangsaan ini setidaknya mengandung arti kepedulian terhadap terhadap negaranya dari suka ataupu duka.
Hal ini setidaknya akan melahirkan sikap nasionalisme yang tinggi di dalam benak para pembelajar sehingga dapat menghasilkan kemajuan di segala bidang untuk memajukan bangsanya. Setidaknya prinsip ini akan melahirkan sikap gotong royong dan juga kebhinekaan global dalam setiap pembelajar.
Sebagai proses dari merdeka belajar ini, seluruh elemen masyarakat terlibat dalam posesnya, keluarga memiliki pera yang sangat besar dalam program merdeka belajar ini karena keluarga adalah satuan terkecil dari sebuah negara.
Keluarga memerankan peranan penting dalam sebuah pendidikan anak dari kecil hingga dewasa. Sebagai sekolah pertama bagi anak, ajaran-ajaran yang ada di keluarga sangat sulit unutk dihilangkan. Oleh sebab itu, keluarga harus menjadi pilar dari pendidikan nasional ini. bukankah Allah Swt, telah memberikan arahan
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (Q.S. at-Tahrim [66]: 6).
Ayat di atas dapat ditafsirkan juga dengan kalimat addibu wa ‘allimu (didik dan ajarkanlah) keluarga kalian, yang merupakan dari ayat pendidikan juga (lih. Tafsir Ibn Katsir). Keluarga sebagai basis institusi mikro yang ada di masyarakat harus diberdayakan untuk memiliki kompetensi untuk menjaga keluarga mereka sendiri dari api neraka. Maksudnya dengan membekali mereka dengan perkara-perakara keshalehan individu dan juga kolektif. Sehingga prinsip kebangsaan yang dibangun dalam pendidikan menggerakkan setiap elemen yang terlibat untuk berperan aktif dalam meningkatkan mutu pendidikan di masa yang akan datang, melampaui visi pendidikan Indonesia tahun 2035.
Dan untuk diketahui juga, pentingnya frasa agama bukan hanya mewakili aspirasi dari masyarakat tapi juga menjalankan amanah konstitusi mengenai pendidikan dan kebudayaan seperti yang termaktub di dalam Pasal 31 UUD 1945 poin lima, yaitu
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia
Per-hari ini pendidikan merupakan masalah sentral yang belum terpecahkan sampai ke akar masalahnya. Ada banyak sumbangsih saran yang tentu saja patut dikolaborasikan oleh insan-insan cendikia. Polemik tiadanya frasa agama beberapa waktu ke belakang menjadi salah satu perbincangan hangat yang menandakan bahwa antusiasme beragama di Indonesia sangat besar. Untuk itu, sudah seyogyanya kemudian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pun memasukkan unsur agama dalam melesatkan visi pendidikan Indonesia di masa yang akan datang. Bukan sebatas frasa, tapi juga rasa, kersa, wacana, cipta, dan karya yang mewakili nilai-nilai luhur dan cita-cita agama.