فَاِذَا قَرَأْتَ الْقُرْاٰنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ
Apabila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk (QS. An-Nahl [16] : 98).
Isti’adzah artinya memohon perlindungan. Maksudnya memohon perlindungan kepada Allah swt dari setan yang terkutuk sebagaimana telah diperintahkan Allah swt dalam QS. An-Nahl [16] : 98 di atas.
Setan adalah makhluk terlaknat yang harus dijadikan musuh oleh manusia sebab ia akan selalu berusaha menjadikan manusia penghuni neraka.
اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّاۗ اِنَّمَا يَدْعُوْا حِزْبَهٗ لِيَكُوْنُوْا مِنْ اَصْحٰبِ السَّعِيْرِۗ
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala (QS. Fathir [35] : 6).
Meskipun demikian, ada saja manusia yang menjadikannya sebagai saudara (ikhwan), yakni orang-orang yang tabdzir (mengeluarkan harta bukan pada jalan Allah swt [QS. Al-Isra` [17] : 27]); menjadikan setan teman dekat, yakni orang-orang yang berpaling dari dzikir (QS. Az-Zukhruf [43] : 36-38) dan orang yang sombong, pelit, dan kalau berinfaq ia riya (QS. An-Nisa` [4] : 37-38); menjadikan setan sebagai pemimpin pasukan (hizb), yakni orang-orang munafiq yang berkoalisi dengan orang Yahudi (QS. Al-Mujadilah [58] : 19); dan menjadikan setan sebagai wali (auliya), yakni orang-orang yang berperang di jalan thaghut (QS. An-Nisa` [4] : 76 dan Ali ‘Imran [3] : 175).
Al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya menuliskan tiga ayat semakna tentang kemestian mewaspadai dua jenis musuh; musuh dari manusia dan sang musuh utama bernama setan. Dalam menghadapi musuh dari manusia sikap yang harus dilakukan adalah ihsan (berbuat baik), sementara dalam menghadapi musuh jin (setan), sikap yang harus dilakukan adalah isti’adzah (memohon perlindungan). Tiga ayat yang dimaksud adalah:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ. وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS. Al-A’raf [7] : 199-200).
اِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ السَّيِّئَةَۗ نَحْنُ اَعْلَمُ بِمَا يَصِفُوْنَ . وَقُلْ رَّبِّ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ هَمَزٰتِ الشَّيٰطِيْنِ ۙ. وَاَعُوْذُ بِكَ رَبِّ اَنْ يَّحْضُرُوْنِ.
Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan katakanlah: “Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.” (QS. Al-Mu`minun [23] : 96-98).
وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۗاِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ . وَمَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا الَّذِيْنَ صَبَرُوْاۚ وَمَا يُلَقّٰىهَآ اِلَّا ذُوْ حَظٍّ عَظِيْمٍ . وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika syaitan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Fushshilat [41] : 34-36)
Adanya sikap yang khusus dalam menghadapi setan sebagai musuh utama dengan cara isti’adzah langsung kepada Allah swt, dan tidak melawannya secara langsung, sebab memang manusia seorang atau bahkan berjama’ah tidak akan mampu mengalahkan setan. Yang bisa mengalahkan setan hanya Sang Penciptanya, Allah swt. Ini setidaknya didasarkan pada beberapa fakta yang diuraikan oleh al-Qur`an sendiri, yakni sebagai berikut:
Pertama, setan dari bangsa jin diciptakan jauh sebelum manusia, bahkan sebelum Adam bapaknya manusia. Tentunya ia lebih berpengalaman dan mahir daripada manusia yang dijadikan sasaran godaannya.
Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas (QS. Al-Hijr [15] : 27).
Terlebih Nabi saw menjelaskan dalam hadits bahwa setan itu sudah ada yang menjadi qarin (kan mendampingi ke mana pun) manusia dari sejak lahirnya. Jadi dari sejak bayinya manusia sudah dihafal segala kekurangannya oleh setan. Dari sejak ia masih lengah, sudah dibisikkan hal-hal yang jelek oleh setan qarin ini.
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ مِنَ الْجِنِّ. قَالُوا وَإِيَّاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَإِيَّاىَ إِلاَّ أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِى عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلاَ يَأْمُرُنِى إِلاَّ بِخَيْرٍ
“Tidak ada seorang pun dari kalian kecuali telah dikirim jin sebagai qarin (yang menyertai)-nya.” Shahabat bertanya: “Termasuk anda, Rasulullah?” Beliau menjawab: “Saya juga, tetapi Allah telah melindungiku dari kejahatannya, malah ia masuk Islam, sehingga ia tidak memerintahku kecuali kebaikan.” (Shahih Muslim kitab shifatil-qiyamah bab tahrisyis-syaithan no. 7286).
Kedua, setan mempunyai keturunan yang akan hidup kekal sampai hari kiamat. Artinya setan lebih banyak daripada manusia. Berarti juga lebih banyak penggoda daripada yang digoda. Jadi di samping sudah sangat pengalaman mencelakakan manusia, jumlah setan dari bangsa jin juga lebih banyak daripada manusia.
Iblis menjawab: “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan“. Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.” (QS. al-A’raf [7] : 14-15. Ayat semakna ada dalam QS. al-Hijr [15] : 36-38, Al-Kahfi [18] : 50Shad [38] : 79-81].
Ketiga, setan jin bekerja sama dengan setan manusia untuk menjerumuskan manusia. Itu artinya, manusia diserang oleh dua musuh sekaligus; setan jin dan setan manusia. Jadi sangat masuk diakal kalau manusia pasti akan selalu kalah menghadapi setan sendirian jika tanpa pertolongan Allah swt.
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan (QS. Al-An’am [6] : 112).
Keempat, setan bisa melihat manusia, sementara manusia tidak bisa melihat setan. Normalnya, dalam sebuah pertarungan pasti pihak yang bisa melihatlah yang akan menang, sementara yang tidak bisa melihat pasti kalah.
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya `auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman (QS. Al-A’raf [7] : 27).
Kelima, setan selalu bersemangat menggoda manusia dan itu dilakukan tanpa henti dengan berbagai cara. Sementara manusia seringkali tidak siap menangkalnya dari berbagai cara juga. Ibadah dan dzikirnya kadang sangat monoton dan minimalis. Maka pasti akan sering kalahnya dari godaan setan.
Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (QS. al-A’raf [7] : 16-17).
Keenam, setan menggoda manusia dengan cara yang halus dan tersembunyi, sehingga seringkali tanpa disadari. Langsung merasuk ke dalam hati berupa bisikan atau lintasan hati yang kotor, sehingga mengeluarkan perkataan dan perbuatan yang kotor dan buruk pula.
Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia.” (QS. An-Nas [144).
Nabi saw sendiri dalam hal ini sangat mewaspadainya, sehingga pada suatu kesempatan Nabi saw pernah memberi nasihat kepada para shahabat di seputar hal ini.
عَنْ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ كَانَ النَّبِيُّ فِي الْمَسْجِدِ وَعِنْدَهُ أَزْوَاجُهُ فَرُحْنَ فَقَالَ لِصَفِيَّةَ بِنْتِ حُيَيٍّ لَا تَعْجَلِي حَتَّى أَنْصَرِفَ مَعَكِ وَكَانَ بَيْتُهَا فِي دَارِ أُسَامَةَ فَخَرَجَ النَّبِيُّ مَعَهَا فَلَقِيَهُ رَجُلَانِ مِنْ الْأَنْصَارِ فَنَظَرَا إِلَى النَّبِيِّ ثُمَّ أَجَازَا وَقَالَ لَهُمَا النَّبِيُّ تَعَالَيَا إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ قَالَا سُبْحَانَ اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنْ الْإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يُلْقِيَ فِي أَنْفُسِكُمَا شَيْئًا
Dari ‘Ali ibn al-Husain (dari Shafiyyah binti Huyay, istri Nabi saw), ketika Nabi saw (i’tikaf) di masjid ditemani istri-istrinya, lalu mereka kembali, Nabi saw berkata kepada Shafiyyah binti Huyay: “Kamu jangan dulu pulang, sehingga aku ikut serta denganmu.” Sedang rumahnya di rumah Usamah. Lalu Nabi saw keluar bersamanya, dan menemuinya dua orang lelaki Anshar. Mereka melihat Nabi saw, kemudian mereka berlalu. Nabi saw bersabda kepada mereka berdua: “Hai kalian kemarilah, sesungguhnya wanita ini Shafiyyah binti Huyay.” Mereka berdua berkata: “Subhanallah, wahai Rasulullah.” Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya setan mengalir di tempat aliran darah. Sungguh aku takut ia memasukkan ke dalam diri kalian sesuatu (prasangka yang jelek) (Shahih al-Bukhari kitab al-i’tikaf bab ziyaratil-mar`ah zaujaha fi-i’tikafihi no. 2038-2039; Shahih Muslim kitab as-salam bab bayan annahu yustahabbu liman ru`iya khaliyan no. 5807-5808).
Bahkan secara khusus al-Qur`an menyoroti orang-orang shalih yang dekat dengan kitab Allah swt tetapi kemudian tergelincir karena bisikan halus setan sehingga menjadi pengabdinya (QS. Al-A’raf [7] : 175). Dalam hadits Nabi saw mencontohkannya dengan ahli al-Qur`an tetapi terbuai oleh “keshalihan” pribadinya sehingga mudah menuduh kafir/musyrik kepada orang lain yang sedikit berbeda keagamaannya dengan dirinya meski sebenarnya perbedaan itu tidak sampai kafir/musyrik. Sikap ekstrem seperti itu disebabkan bisikan halus setan meski ia seorang pengagum al-Qur`an.
إِنَّ مِمَّا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْآنَ، حَتَّى إِذَا رُؤِيَتْ بَهْجَتُهُ عَلَيْهِ وَكاَنَ رِدْءَ الْإِسْلاَمِ اِعْتَرَاهُ إِلَى مَا شَاءَ اللهُ اِنْسَلَخَ مِنْهُ وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ. قَالَ: قُلْتُ: يَا نَبِيَّ اللهِ، أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ: اَلْمَرْمِيُّ أَوِ الرَّامِي؟ قاَلَ: بَلْ اَلرَّامِي
“Sungguh di antara yang aku takutkan adalah seseorang yang membaca al-Qur`an. Ketika terlihat kehebatannya dan ia masih berselendang Islam, tiba-tiba ia menyimpangkannya (al-Qur`an) sesuai dengan taqdir Allah, ia berlepas darinya, melemparkannya ke belakang punggungnya, bergerak kepada tetangganya sambil membawa pedang dan menuduhnya syirik.” Aku (Hudzaifah) bertanya: “Wahai Nabi Allah siapa di antara keduanya yang lebih lekat dengan syirik: yang dituduh atau yang menuduh?” Jawab beliau: “Yang menuduh.” (Riwayat Abu Ya’la. Al-Hafizh Ibn Katsir menilai sanad ini jayyid/bagus).
Dengan fakta-fakta di atas sangat bisa dimengerti jika godaan setan hanya bisa dikalahkan oleh Allah swt selaku Khaliqnya, sehingga hanya hamba-hamba pilihan-Nyalah yang betul-betul mendekat kepada Allah swt yang hanya bisa mengalahkan tipu daya setan tersebut.
Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang terpilih di antara mereka“. Allah berfirman: “Ini adalah jalan yang lurus; kewajiban Aku-lah (menjaganya). Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat” (QS. al-Hijr [15] : 39-42. Ayat semakna ada dalam QS. al-Isra` [17] : 65; Ibrahim [14] : 22; Saba` [34] : 21).
oleh : Nashruddin Syarief (Mudir ‘am Pesantren PERSIS 27 Situ Aksan Bandung)