Belakangan ini sebuah kasus pembunuhan yang dilakukan oleh gadis berusia 15 tahun terhadap seorang anak yang berusia 6 tahun, sangatlah menyita perhatian publik. Dari informasi yang penulis terima dari berbagai berita, kronologi pembunuhannya ialah si pelaku menenggelamkan korban ke dalam bak mandi, ketika sang korban disuruh oleh si pelaku untuk mengambil mainan nya yang tenggelam di bak. Ketika si korban tengah mengambilkan mainannya, si pelaku langsung meneggelamkannya kedalam bak. Hal itu ia lakukan berkali-kali, hingga ia pun kehabisan nafas dan tewas. Dan setelah itu ia datang ke kepolisian untuk mengaku atas kesalahannya tersebut, dan dia mengatakan bahwa dirinya tidak menyesal malahan puas dengan perbuatannya.
Amatlah keji perbuatan tersebut. Perilaku tersebut sangatlah bersebangan dengan norma-norma Islam. Itu semua merupakan salah satu contoh konkret akibat dari pendidikan yang bukan dibangun atas nilai-nilai yang Islam ajarkan. Mayoritas orang tua saat ini memiliki paradigma yang salah dalam mendidik anak. Mereka beranggapan bahwa suksesnya pendidikan itu dibuktikan dengan kemapaman sosial si anak, intelektual yang mumpuni dalam ilmu umum, juga gelar yang tinggi. Sehingga mereka lupa akan orientasi pokok pendidikan ialah melahirkan insan yang mapan dalam iman, adab dan berakhlak mulia, seperti yang di contohkan oleh Rasulullah dalam berbagai haditsnya.
Sudah seyogianya orang tua bijak dan kritis dalam memilih metode pengajaran terhadap sang anak. Karena sungguh anak merupakan aset besar bagi orang tua di akhirat kelak. Doa anak shaleh terhadap orang tuanya akan selalu mengalir, sekalipun orang tua si anak telah meninggal dunia. Hal itu diutarakan oleh Nabi r dalam sebuah hadits,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila seorang telah meninggal dunia, maka seluruh amalnya terputus kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendo’akannya.” (HR. Muslim: 1631)
Namun apabila si anak buruk dalam hal agama; selalu bermaksiat, tidak hormat pada orangtua dan guru. Maka sebaliknya, si anak hanya akan menjadi beban bagi orang tuanya di akhirat nanti. Bahkan bisa saja orang tua terseret ke neraka dikarenakan dosa anaknya, Na’udzubil-Laahi min dzaalik. Andil orang tua sangatlah penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Karena seorang anak mustahil menjadi shaleh bila orang tuanya sendiri tidak peduli akan dirinya sendiri.
Bila ditelusuri penyebab lain dari pembunuhan tersebut ialah terinspirasinya si anak terhadap video, film atau novel yang berbau kekerasan. Gadis tersebut mengaku bahwa ia senang dengan hal tersebut. Maka di sinilah peran orang tua bermain kembali. Seharusnya orangtua selalu mengawasi terhadap apa yang ia konsumsi dari gadgetnya. Mengingat zaman ini amatlah mudah bagi siapapun untuk mengakses apapun yang ia kehendaki, baik dan buruk semua itu sama saja. Dan seorang anak pun haruslah bijak dalam memakai gadgetnya. Karena tidak sedikit kasus-kasus kejahatan itu terjadi dalam internet, seperti prostitusi online dan lain sebagainya.
Allah dan Rasul-Nya selalu mewanti-wanti umat Muslim agar selalu menjaga keluarganya dari api neraka. Hal itu Allah abadikan dalam salah satu firman-Nya,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim [66] : 6)
Dalam ayat tersebut, jelaslah perintah Allah I untuk menjaga keluarga dari api neraka. Tentu saja hal itu dapat dilakukan dengan pengajaran adab dan ilmu, sehingga si anak tidak hanya berilmu, namun berakhlak mulia juga. Bila si anak hanya dituntut untuk selalu belajar ilmu umum tanpa ilmu agama dan juga adab, maka kasus pembunuhan seperti yang di atas tadi tak mustahil akan terulang.
Ilmu dan adab merupakan 2 elemen yang tidak bisa dipisahkan. Seperti yang di ucapkan oleh Abu Zakariya Al-Anbari dalam kitab Min Washaya Al–Ulama lith-Thalabatil Ilmi, yakni,
علم بلا أدب كنار بلا حطب, و أدب بلا علم كروح بلا جسد
“Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh”
Dapat disimpulkan dari perkataan beliau bahwa ilmu tanpa adab itu mati. Sia-sia ilmu yang ia milik bila tidak dibarengi dengan adab. Sedangkan pelajar sekarang, kebanyakan dari mereka apatis akan adab, bahkan sampai menafikannya. Padahal mereka pelajar muslim. Hal itu karena mereka tidak tahu akan urgensi adab. Mereka sibuk akan ilmu umumnya dan lupa akan ilmu agama. Padahal Rasulullah r selalu mengajarkan nilai-nilai adab pada para sahabatnya dalam berbagai majelis ilmu. Contohnya mengenai adab datang ke majelis ilmu, memperhatikan ketika belajar dan banyak lainnya. Karena input dari Nabi pada para sahabat berupa hal yang baik, maka output dari sahabat pun baik. Sehingga lahirlah insan-insan yang tidak hanya mapan dalam segi ilmu, namun juga pada segi adab dan akhlaqnya. itulah hakikat keberhasilan pendidikan.
Oleh karena itu, orang tua perlu mengkaji kembali terhadap metode pengajaran anak. Jangan sampai terbodohi oleh pemikiran barat yang cenderung pada sekuler dan liberal, yang menyakini bahwa keberhasilan pendidikan itu dalam segi duniawi saja tidak dengan ukhrawinya, sangatlah fatal pemikiran tersebut. Maka sebagai seorang Muslim diwajibkan untuk menaati dan mengikuti petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya. Dalam konteks ini ialah dengan menganut metode pengajaran yang telah diajarkan Allah dan Rasul-nya, kurang lebih yang seperti penulis paparkan sebelumnya. Dengan begitu insyaAllah akan lahir generasi berilmu dan berakhlak mulia.
Wal-Llaahu ‘alam