-
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ وَعَائِشَةَ رضي الله عنهم قَالاَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ, فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِيَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ، وَكَانَ رَجُلاً أَعْمَى لَا يُنَادِي, حَتَّى يُقَالَ لَهُ: أَصْبَحْتَ, أَصْبَحْتَ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَفِي آخِرِهِ إِدْرَاجٌ.
Dari Ibn ‘Umar dan ‘Aisyah—semoga Allah meridlai mereka—berkata: Rasulullah—semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepadanya—bersabda: “Sesungguhnya Bilal adzan masih di waktu malam, maka silahkan makan dan minum (sahur) sehingga adzan Ibn Ummi Maktum.” (az-Zuhri berkata) Ia adalah seorang yang buta dan tidak akan adzan sehingga diberitahu: “Sudah masuk waktu shubuh, sudah masuk waktu shubuh.” Disepakati keshahihannya. Pada bagian akhirnya ada sisipan (idraj).
Tautsiq Hadits
Hadits Ibn ‘Umar dan ‘Aisyah ra di atas tertulis dalam Shahih al-Bukhari kitab al-adzan bab adzanil-a’ma no. 617 dan Shahih Muslim kitab as-shiyam bab bayan annad-dukhul fis-shaum yahshulu bi thulu’il-fajr no. 2588-2590. Dalam Fathul-Bari dijelaskan bahwa yang menjelaskan: “Ia adalah seorang yang buta…” berdasarkan sanad-sanad yang telah ditelusuri adalah Ibnus-Syihab az-Zuhri, bukan sabda Nabi saw langsung. Inilah yang dimaksud pernyataan Ibn Hajar di atas: “Pada bagian akhirnya ada sisipan (idraj).”
Syarah Hadits
Hadits di atas menunjukkan bahwa pada zaman Rasul saw ada dua muadzdzin berbeda untuk adzan awal dan adzan shubuh. Bahwa mengumandangkan adzan pada dua waktu tersebut juga merupakan sunnah. Jika dipandang perlu boleh ditugaskan dua muadzdzin yang berbeda untuk menjalankannya.
Dalam sanad lain masih riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa yang dimaksud adzan Bilal pada waktu “malam” itu adalah pada waktu “sahur”. Nabi saw sendiri dalam hadits di atas jelas mempersilahkan siapa saja yang sedang atau akan makan sahur untuk terus makan dan minum tanpa merasa terhalang oleh adzan Bilal. Itu artinya Bilal adzan awal pada waktu sahur di saat banyak umat Islam sedang makan sahur sehingga Nabi saw mempersilahkan mereka untuk melanjutkan makan dan minumnya tanpa harus terhentikan adzan awal. Makan sahur hanya wajib dihentikan ketika adzan shubuh sudah dikumandangkan.
Hadits di atas merupakan penjelas dari dua hadits sebelumnya (no. 181-182) yang ditulis al-Hafizh dalam bab waktu shalat:
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ r اَلْفَجْرُ فَجْرَانِ: فَجْرٌ يُحَرِّمُ الطَّعَامَ وَتَحِلُّ فِيهِ الصَّلاَةُ وَفَجْرٌ تَحْرُمُ فِيهِ الصَّلاَةُ أَيْ: صَلاَةُ الصُّبْحِ وَيَحِلُّ فِيهِ الطَّعَامُ. رَوَاهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالْحَاكِمُ وَصَحَّحَاهُ
Dari Ibnu Abbas—semoga Allah meridlai mereka berdua—Rasulullah—shalawat dan salam selalu tercurah untuknya—bersabda: “Fajar itu ada dua; fajar yang mengharamkan makan (bagi yang shaum) dan halal padanya shalat (shubuh), dan fajar yang haram padanya shalat—yakni shalat shubuh—dan halal padanya makan (sahur).” Ibnu Khuzaimah dan al-Hakim meriwayatkannya dan menshahihkannya (Shahih Ibn Khuzaimah bab ad-dalil ‘ala annal-fajr huma fajrani no. 1927 dan al-Mustadrak al-Hakim bab fi mawaqitis-shalat no. 687).
وَلِلْحَاكِمِ فِي حَدِيثِ جَابِرٍ t نَحْوُهُ وَزَادَ فِي الَّذِي يُحَرِّمُ الطَّعَامَ: إِنَّهُ يَذْهَبُ مُسْتَطِيلاً فِي الْأُفُقِ وَفِي الْآخَرِ: إِنَّهُ كَذَنَبِ اَلسِّرْحَانِ
Dan pada riwayat al-Hakim dalam hadits Jabir—semoga Allah meridlainya—seperti di atas dan ia menambahkan tentang fajar yang mengharamkan makan: “Fajar itu memanjang ke samping di sepanjang ufuk.” Sedang pada fajar satunya lagi: “Sungguh ia seperti ekor serigala.” (al-Mustadrak al-Hakim kitab at-thaharah bab fi mawaqitis-shalat no. 688)
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما إِنَّ بِلاَلاً أَذَّنَ قَبْلَ الْفَجْرِ, فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَرْجِعَ, فَيُنَادِيَ: أَلاَ إِنَّ الْعَبْدَ نَامَ. رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَضَعَّفَهُ
Dari Ibn ‘Umar—semoga Allah meridlai keduanya: Sesungguhnya Bilal pernah adzan sebelum fajar (shubuh) sehingga Nabi saw memerintahnya untuk kembali dan menyerukan: “Perhatikan, sesungguhnya hamba ini tertidur.” Abu Dawud meriwayatkannya dan mendla’ifkannya.
Tautsiq Hadits
Hadits Ibn ‘Umar ra di atas ditulis oleh Imam Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud kitab as-shalat bab fil-adzan qabla dukhulil-waqt no. 532. Pernyataan al-Hafizh Ibn Hajar bahwa Abu Dawud mendla’ifkannya didasarkan pada pernyataan Abu Dawud ketika menjelaskan sanad hadits-hadits tema di atas. Beliau menyatakan bahwa hadits di atas hanya diriwayatkan oleh Hammad ibn Salamah dari Ayyub dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar. Sementara sanad lain dari ‘Ubaidullah dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar atau ‘Abdul-‘Aziz ibn Abi Rawwad dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar hanya menyatakan bahwa kejadian di atas terjadi pada muadzdzin ‘Umar ibn al-Khaththab, bukan pada Bilal. Abu Dawud kemudian menegaskan: “Sanad hadits ini (‘Ubaidullah dan ‘Abdzul-‘Aziz) lebih shahih daripada itu (Hammad dari Ayyub).”
Al-Hafizh Ibn Hajar sendiri menjelaskan dalam Fathul-Bari bahwa para ulama kritikus hadits memberi penilaian yang sama dengan Abu Dawud. Mereka di antaranya Ibnul-Madini, Ahmad ibn Hanbal, al-Bukhari, adz-Dzuhali, Abu Hatim, at-Tirmidzi, al-Atsram, dan ad-Daraquthni. Akan tetapi meski demikian, terang al-Hafizh, banyak mutabi’ (sanad lain yang menguatkan) untuk hadits di atas, sehingga ia menyimpulkan:
وَهَذِهِ طُرُق يُقَوِّي بَعْضُهَا بَعْضًا قُوَّةً ظَاهِرَةً، فَلِهَذَا وَاَللَّه أَعْلَم اِسْتَقَرَّ أَنَّ بِلَالًا يُؤَذِّن الْأَذَان الْأَوَّل
Sanad-sanad ini sebagiannya menguatkan sebagiannya lagi dengan kekuatan yang jelas. Oleh sebab itu, wal-‘Llahu a’lam, telah tetap bahwasanya Bilal yang mengumandangkan adzan awal (Fathul-Bari bab al-adzan ba’dal-fajr).
Syarah Hadits
Maksud hadits di atas dijelaskan oleh al-Hafizh sebagai berikut:
وَاسْتَقَرَّ أَذَانُ بِلَال بِلَيْلٍ، وَكَانَ سَبَب ذَلِكَ مَا رُوِيَ أَنَّهُ رُبَّمَا كَانَ أَخْطَأَ الْفَجْر فَأَذَّنَ قَبْلَ طُلُوعه، وَأَنَّهُ أَخْطَأَ مَرَّةً فَأَمَرَهُ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَرْجِع فَيَقُول “أَلَا إِنَّ الْعَبْد نَامَ” يَعْنِي أَنَّ غَلَبَةَ النَّوْم عَلَى عَيْنَيْهِ مَنَعَتْهُ مِنْ تَبَيُّنِ الْفَجْر
Dan tetaplah adzan Bilal pada waktu malam. Sebabnya adalah sebagaimana dikemukakan dalam satu riwayat bahwasanya ia terkadang salah dalam menentukan waktu fajar (shubuh) sehingga adzan sebelum terbit fajar (shubuh). Ia pernah keliru pada satu waktu sehingga Nabi saw memerintahkannya untuk kembali dan menyerukan: “Perhatikan, sesungguhnya hamba ini tertidur”, yakni bahwasanya rasa kantuk yang mengalahkan kedua matanya telah menghalanginya dari ketelitian menentukan fajar shubuh (Fathul-Bari bab al-adzan ba’dal-fajr).
Jadi maksudnya hadits di atas disabdakan kepada Bilal saat ia masih ditugaskan sebagai muadzdzin adzan shubuh. Ketika pada suatu waktu Bilal keliru menentukan fajar shubuh sehingga ia adzan sebelum waktunya, Nabi saw memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan seruan yang menyatakan bahwa ia telah keliru adzan akibat rasa kantuk, yakni: “Ala innal-‘abda nam.” Setelah itu barulah Bilal ditugaskan menjadi muadzdzin adzan awal sementara Ibn Ummi Maktum muadzdzin adzan shubuh (Fathul-Bari bab al-adzan ba’dal-fajr).