Ustadz bagaimana hukumnya shalat Jum’at menggunakan aplikasi zoom meeting? Apakah bisa dibenarkan secara syari’at? Pembaca Tafaqquh
Shalat Jum’at adalah shalat wajib yang terikat syarat harus berjama’ah. Ketentuan berjama’ah itu sendiri adalah sebagaimana dijelaskan Nabi saw dalam hadits-hadits tentang shalat berjama’ah, di antara yang paling utamanya adalah berjama’ah di satu tempat; ada imam dan ada makmum. Makmum wajib meluruskan shaf dan merapatkan barisannya.
الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِىٌّ أَوْ مَرِيضٌ
Shalat Jum’at itu kewajiban yang pasti bagi setiap lelaki muslim secara berjama’ah kecuali empat orang; hamba sahaya, perempuan, anak kecil, dan orang sakit (Sunan Abi Dawud bab al-jumu’ah lil-mamluk wal-mar`ah no. 1069).
Hadits Thariq ibn Syihab ra di atas jelas menyebutkan syarat berjama’ah untuk shalat wajib. Maka jika tidak terpenuhi syarat berjama’ah, shalat Jum’at tidak berlaku dan yang berlaku hukum asalnya yakni shalat Zhuhur. Ketentuan shalat berjama’ah itu sendiri sudah diatur oleh syari’at dengan ketat; harus berjama’ah di satu tempat, ada imam dan ada makmum, shaf berjama’ah seperti shaf malaikat, shaf harus diluruskan dan dirapatkan.
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلَاةِ وَيَقُولُ اسْتَوُوا وَلَا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُولُو الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ قَالَ أَبُو مَسْعُودٍ فَأَنْتُمْ الْيَوْمَ أَشَدُّ اخْتِلَافًا
Dari Abu Mas’ud ia berkata, Rasulullah saw menepuk bahu kami ketika shalat sambil mengatakan: “Luruslah kalian dan jangan berselisih, nanti hati kalian berselisih. Hendaklah mengikutiku orang-orang dewasa dan cendekia kemudian yang di bawah mereka, kemudian yang di bawah mereka.” Abu Mas’ud berkata: “Dan kalian sekarang sudah sangat parah sekali perselisihannya.” (Shahih Muslim kitab as-shalat bab taswiyatis-shufuf wa iqamatiha… no. 654)
Hadits ini menunjukkan bahwa shaf shalat berjama’ah harus lurus, dan berurutan barisnya dari depan ke belakang. Lebih jelasnya Nabi saw sabdakan di hadits berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ … فَرَآنَا حَلَقًا فَقَالَ مَا لِى أَرَاكُمْ عِزِينَ. قَالَ ثُمَّ خَرَجَ عَلَيْنَا فَقَالَ: أَلاَ تَصُفُّونَ كَمَا تَصُفُّ الْمَلاَئِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا. فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تَصُفُّ الْمَلاَئِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا قَالَ يُتِمُّونَ الصُّفُوفَ الأُوَلَ وَيَتَرَاصُّونَ فِى الصَّفِّ
Dari Jabir ibn Samurah, ia berkata: Rasulullah saw keluar menemui kami… beliau melihat kami berkelompok-kelompok terpisah. Beliau bersabda: “Mengapa aku melihat kalian berpisah-pisah (mengapa tidak menyatu?”) Kemudian beliau pernah menemui kami juga lalu bersabda: “Tidak bisakah kalian bershaf seperti shaf malaikat di hadapan Rabb mereka?” Kami bertanya: “Bagaimana wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Mereka menyempurnakan dahulu shaf yang paling depan dan merapatkan shaf (tidak menyisakan celah).” (Shahih Muslim bab al-amr bis-sukun fis-shalat no. 996).
Ketentuan lurus shaf shalat berjama’ah itu juga harus dengan meluruskan bahunya, sebagaimana Nabi saw sabdakan:
أَقِيمُوا الصُّفُوف وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَل وَلَا تَذَرُوا فُرُجَات لِلشَّيْطَانِ وَمَنْ وَصَلَ صَفًا وَصَلَهُ اَللَّهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ
Luruskanlah shaf, rekatkanlah di antara bahu-bahu, isilah celah-celah yang kosong, dan janganlah kalian menyisakan celah untuk setan. Siapa yang menyambungkan shaf maka Allah akan menyambung (pahala/barakah)-nya, dan siapa yang memutuskan shaf maka Allah akan memutus (pahala/barakah)-nya (Sunan Abi Dawud bab taswiyatis-shufuf no. 666-667).
Hadits ini juga mensyaratkan jangan ada celah-celah yang kosong. Shaf jama’ah shalat yang berjama’ah dalam satu imam harus tersambung penuh jangan ada yang terpotong. Praktik merapatkan dan meluruskan shaf pada zaman Nabi saw sendiri dijelaskan oleh Anas ra sebagai berikut:
عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ قَالَ أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ
Dari Anas, dari Nabi saw, beliau bersabda: “Luruskan shaf kalian, karena sungguh aku melihat kalian dari belakang punggungku.” Anas berkata: “Salah seorang dari kami menyentuhkan bahunya pada bahu orang yang ada di sampingnya dan telapak kakinya pada telapak kaki yang ada di sampingnya.” (Shahih al-Bukhari kitab al-adzan bab ilzaqil-mankib bil-mankib no. 725).
Dari keterangan-keterangan di atas diketahui bahwa syarat berjama’ah shalat Jum’at tidak mungkin terpenuhi jika shalat Jum’at menggunakan aplikasi zoom meeting di berbagai tempat yang berbeda. Belum lagi dengan ketidaktepatan posisi imam yang harus lebih depan daripada posisi makmum yang ini juga mustahil terpenuhi jika shalat Jum’at melalui zoom meeting.
Shalat Jum’at itu sendiri terikat oleh syarat adzan yang menyeru untuk berjama’ah pada satu tempat yang jami’ (menghimpun semua jama’ah di satu tempat) sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Al-Jumu’ah [62] : 9: idza nudiya lis-shalat min yaumil-jumu’ah fa-s’au ila dzikril-‘Llah. Maka jika syarat ini tidak mungkin terpenuhi kembali ke hukum asalnya yakni shalat zhuhur di tempat masing-masing, tidak boleh melaksanakan shalat Jum’at via zoom meeting. Wal-‘Llahu a’lam