Bulan Rajab merupakan salah satu bulan yang menyimpan berbagai peristiwa penting dalam perjalanan Agama Islam. Sebut saja peristiwa Isra’ Mi’raj yang terjadi pada bulan Rajab tahun kesepuluh kenabian. Peristiwa perjalanan Rasulullah saw. dari masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan kemudian diangkat ke sidratul muntaha untuk mendapat perintah shalat lima waktu bagi umat islam. Peristiwa-peristiwa mulia ini, membuat sebagian umat islam juga mengistimewakan bulan ini dengan perayaan-perayaan yang dianggap sebagai bentuk “pengistimewaan bulan Rajab”.
Perayaan-perayaan memperingati keistimewaan Bulan Rajab, salah satunya dilakukan juga oleh masyarakat Indonesia. Di Jawa, Masyarakat selalu punya adat atau tradisi turun-temurun yang dilakukan untuk memperingati momen-momen tertentu, salah satunya juga adalah memperingati kejadian-kejadian di bulan Rajab. Dilansir suaramerdeka.com (29/3/18) ada beberapa tradisi yang dilakukan untuk memperingati peristiwa Isra Mi’raj di beberapa daerah, diantaranya;
- Ritual Peksi Buraq di Keraton Yogyakarta
Ritual Peksi Burak ini dilakukan dengan membuat replika burung dengan menggunakan buah dan kulit jeruk bali. Kulit tersebut kemudian dibentuk dan diukir menyerupai badan, leher, kepala, dan sayap burung. Burung jantan diberi jengger untuk membedakannya dari burung betina. Peksi Burak tersebut, masing-masing diletakkan diatas sebuah sarang yang dibuat dari rangkaian daun kemuning sebagai tempat untuk bertengger. Peksi Burak dan susuh kemudian diletakkan pada bagian paling atas dari pohon buah, dengan disangga oleh ruas-ruas bambu. Ritual yang dilakukan di Keraton Yogyakarta ini bertujuan untuk memperingati peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. dan Peksi Burak ini digambarkan sebagai kendaraan yang digunakan oleh Nabi Muhammad SAW. untuk melaksanakan Isra dan Mi’raj.
- Rajaban Dukuh di Wonosari
Rajaban dukuh ini merupakan upacara adat Rajaban yang biasanya jatuh pada Jum’at Kliwon bulan Rajab. Hingga hari ini, tradisi tersebut masih dipertahankan dengan acara kenduri satu dusun. Upacara adat ini dilakukan dengan diwajibkannya setiap warga yang datang untuk membawa kemenyan. Kemenyan tersebut kemudian dibakar di makam yang dianggap keramat. Selain itu, warga juga wajib membawa ayam ingkung, ketan, nasi tumpeng, lauk dan buah pisang untuk dinikmati bersama. Tradisi Rajaban ini, diisi juga dengan acara pembacaan tahlil dan diakhiri dengan do’a.
- Nyadran
Menyambut bulan suci Ramadhan, di beberapa daerah terdapat tradisi nyadran sebagai bentuk penyambutan bulan suci Ramadhan. Tradisi ini, biasanya dilakukan di setiap hari kesepuluh di bulan Rajab atau ketika datang bulan Sya’ban. Nyadran dilakukan dengan berziarah kubur dan para peziarah biasanya membawa bunga telasih. Setelah selesai berdoa, masyarakat kemudian akan menggelar kenduri atau makan bersama di sepanjang jalan yang telah digelari tikar dan daun pisang. Makanan yang dibawa harus berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah, prekedel, tempe dan tahu bacem.
- Tingalan Jumenengan Dalem Keraton Surakarta Hadiningrat
Tradisi ini biasa dilakukan setiap hari kedua puluh lima di Bulan Rajab. Acara ini dilaksanakan untuk memperingati naiknya Tahta Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Tingalan Jumenengan Dalem Keraton Surakarta Hadiningrat sarat dengan budaya Mataram. Mulai dari tempat jumenengan yang penuh filosofi, tarian Bedhaya Ketawang, kirab budaya, serta paesan.
- Malam Baro’atan (Beratan) di Jepara
Tradisi Beratan dilaksanakan dengan pembuatan lampion dan berbagai kreasi mobil-mobilan yang dibuat oleh warga dari kerangka bamboo yang berlapis kertas minyak transparan. Kemudian anak-anak kecil dan muda-mudi akan pawai keliling kampung untuk memeriahkan malam Beratan. Tradisi Malam Beratan dikenal di Kecamatan Kalinyamatan dan Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara.
- Tradisi Ambengan
Tradisi ini dilakukan warga sebagai bentuk syukur atas berkah yang diberikan Allah di bulan Rajab. Pelaksanaan Ambengan digelar pada hari Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Warga akan datang berbondong-bondong membawa sedekah makanan ke masjid maupun mushola.
Beberapa tradisi yang dilakukan pada bulan Rajab di sebagian masyarakat Indonesia adalah sebagai bentuk memperingati peristiwa-peristiwa istimewa yang terjadi di Bulan Rajab. Mulai dari peristiwa isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. hingga peristiwa-peristiwa bersejarah di berbagai tempat di daerah-daerah.
Bulan Rajab memang menjadi salah satu bulan yang dihormati dari empat bulan yang Haram, yakni Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan kemudian Rajab. Termasuk Bulan Haram, karena di bulan-bulan ini diharamkan peperangan. Namun demikian, jika ditelisik kembali ritual-ritual tradisi atau upacara adat yang dilakukan, tidak terdapat tuntunan yang shahih dan sharih sebagai bentuk pengagunggan Bulan Rajab. Tradisi-tradisi Upacara adat menyambut bulan Rajab yang dilakukan di beberapa Daerah justru kental dengan hal-hal yang berbau syirik. Seperti menggambarkan burak dengan replika buah atau pembakaran kemenyan di kuburan yang dianggap keramat.
Tradisi-tradisi yang keliru dan bahkan tidak sesuai dengan ajaran islam itu sendiri, justru besar kemungkinan menjatuhkan pelakunya pada perkara-perkara syirik. Sebab, beribadah kepada Allah tidak perlu melalui washilah-washilah yang dianggap sebagai sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Seperti halnya kuburan yang dikeramatkan dan dianggap dapat mendatangkan kebaikan. Allah Swt. Berfirman;
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ ۚ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (Q.S. az-Zumar: 3)
dalam ayat tersebut, Allah Swt. Menggambarkan bagaimana orang-orang musyrik yang berdalih menyembah berhala itu dengan niatan baik agar berhala-berhala tersebut dapat mendekatkan dirinya kepada Allah dan akan memberi syafaat disisi-Nya. Padahal Allah telah menegaskan jika syafaat dan pertolongan hakikatnya milik Allah dan Allah itu dekat bagi hamba-hambanya yang beriman.
Oleh sebab itu, dalam perkara-perkara yang dilakukan perlu dilandasi dengan ilmu yang benar. Karena syarat diterimanya sebuah amal, adalah niat yang benar dengan tata cara yang benar. Tidak cukup niat yang benar saja, sebagaimana tidak cukup juga hanya ilmu yang benar, tetapi mutlak niat yang benar dengan tata cara yang benar harus ada dalam setiap amal yang diperjuangkan. Pengagungan terhadap bulan Rajab tentu dapat dilakukan dengan amal-amal yang sesuai dengan koridor-Nya, agar pekerjaan yang dilakukan tidak jadi sia-sia tetapi bernilai pahala.
Meneladani berbagai peristiwa istimewa di Bulan Rajab, cukuplah menjadi semangat untuk meningkatkan amal ibadah terbaik dengan menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah saw. seperti menghidupkan shaum-shaum sunnah semisal shaum senin dan kamis, shaum daud, ataupun shaum tengah bulan. Begitu pun dengan amal-amal sunnah lainnya, yang jelas landasannya dan nilai pahalanya, dibandingkan dengan sekedar tradisi perayaan yang belum tentu menjadi nilai kebaikan.
Wallahua’lam bish shawwab.