Kematian adalah keluarnya nyawa makhluk hidup dari jasadnya. Semua makhluk hidup yang bernyawa yang ada di alam semesta ini pasti akan merasakan kematian, baik manusia, malaikat, jin, bahkan sampai binatang sekalipun. Kemudian nyawa mereka akan kembali kepada Allah ‘azza wa jalla. Dia berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati, kemudian [hanya] kepada Kamilah mereka dikembalikan.” (QS. Al-‘Ankabūt [29]: 57)
Ketika datang ajalnya, maka tidak ada satupun makhluk yang dapat meminta untuk diundur. Allah berfirman: “…Setiap umat memiliki ajal (batas waktu). Apabila ajalnya telah tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. Yunus [10]: 49)
Sekuat apapun usaha makhluk untuk melarikan diri dari kematian; bersembunyi di gua yang paling ujung, gunung yang paling tinggi, laut yang paling dalam, atau benteng yang paling kokoh sekalipun, mereka tidak akan mungkin mampu. Allah berfirman: “Katakanah, ‘Sesungguhnya kematian yang kalian lari daripadanya, sesungguhnya ia pasti akan menghampiri kalian. Kemudian kalian akan dikembalikan kepada [Allah] yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Al-Jumu’ah [62]: 8) dan firmanNya: “Di manapun kalian berada, kematian akan menghampiri kalian kendatipun kalian berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh…”. (QS. An-Nisā` [4]: 78)
Maka dari itu Nabi Muhammad –shallal-`Llahu ‘alaihi wa sallam– menuntun umatnya agar senantiasa mengingat kematian. Beliau bersabda:
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللّذَاتِ يَعْنِيْ الْمَوْتَ
“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan [dunia], yaitu kematian”. (Sunan at-Tirmidzi bab ma ja`a fi dzikril-mauti no. 2307)
Di dalam hadits lain ‘Abdullah ibn ‘Umar –radliyal-`Lahu ‘anhu– menuturkan:
كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ ، فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ ، فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ ، ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ ، أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ ؟ قَالَ : أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ، قَالَ : فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ ؟ قَالَ : أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا ، وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا ، أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ
“Aku pernah bersama Rasulullah –shallal-‘Llahu ‘alaihi wa sallam-, lalu seorang sahabat Anshar mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mu`min manakah yang paling baik?’ Beliau bersabda, ‘Yang paling baik akhlaknya’. ‘Lalu mu`min manakah yang paling cerdas?’, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, ‘Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas”. (Sunan Ibn Majah bab dzikril-mauti wal-isti’dadi lahu no. 4259)
Setiap manusia dituntut untuk sering mengingat kematian agar ia sadar bahwa kematian dapat tiba kapan saja, di mana saja, dan dalam kondisi bagaimana saja sehingga akan timbul semangat untuk mengumpulkan bekal pahala lewat berbagai amal shalih selama di dunia. Orang yang sudah tahu kapan tiba ajalnya pasti akan berusaha mempersiapkannya sebaik mungkin. Seperti halnya orang-orang yang divonis hukuman mati, selama masa penantian waktu eksekusinya, ia pasti akan berusaha memperbaiki dirinya sebaik mungkin, beramal sebanyak-banyaknya, bahkan ada yang sampai bersedekah dengan seluruh hartanya demi meraih bekal yang cukup untuk ia bawa menuju kehidupan selanjutnya. Oleh karena itu, salah satu hikmah di balik dirahasiakannya ajal setiap manusia adalah untuk menguji mereka, siapa di antara mereka yang paling baik dalam beramal sebagai persiapan menghadapi kematian. Allah berfirman: “Dialah (Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang paling baik amalnya”. (QS. Al-Mulk [67]: 2)
Ketika telah tiba ajalnya, maka setiap manusia akan merasakan pedihnya sakratul-maut, yaitu proses dicabutnya nyawa manusia dari jasadnya. Allah berfirman: “Dan sakratul-maut benar-benar akan datang. Itulah yang engkau selalu lari darinya”. (QS. Qaf [50]: 19)
Syaddad ibn Aus –radliyal-`Llahu ‘anhu– menggambarkan pedihnya sakratul-maut sebagai berikut:
اَلْمَوْتُ أَفْظعُ هَوْلٍ فِي الدُنيَا والآخِرَةِ عَلَى الْمُؤمِنِ ، وَهُوَ أَشَدُّ مِن نَشْرِ المَنَاشِيرِ وَقَرضٍ بِالمَقَارِيضِ وَغَليٍ فِي القُدُورِ ، وَلَو أَنَّ المَيِّتَ نُشِرَ فَأَخبَرَ أَهلَ الدُّنيَا بِالمَوتِ مَا انتَفَعُوا بِعَيشٍ وَلَا لَذُّوا بِنَومٍ .
“Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari goresan gergaji, sayatan gunting, atau panasnya air mendidih di dalam bejana. Seandainya ada mayat yang dibangkitkan kembali dan menceritakan kepada penduduk dunia tentang sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman dengan hidupnya dan tidak akan nyenyak dalam tidurnya”. (Al-Maut libni Abid-Dunya, hlm. 69)
Pedihnya sakratul-maut bagi seorang mu`min bukanlah sebuah siksaan, tapi malah merupakan musibah yang dengan itu dosa-dosanya akan terhapus dengan mudah. Sebaliknya, bagi orang kafir, sakratul-maut merupakan awal kepedihan yang ia rasakan dari kepedihan siksaan lainnya yang telah menanti di hadapannya.
Meskipun sama-sama pedih, Allah membedakan antara proses pencabutan nyawa hamba-Nya yang mu`min dan shalih dengan yang kafir atau pendosa (zhalim). Bagi para hamba-Nya yang mu`min dan shalih Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Rabb kami adalah Allah’ kemudian mereka beristiqomah, maka para malaikat turun kepada mereka (sembari berkata), ‘Janganlah kalian bersedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Rabb Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Fusshilat [41]: 30) Dan juga firman-Nya: “Orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan [kepada mereka], ‘Kesejahteraan bagi kalian. Masuklah kalian ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kalian kerjakan [di dunia]”. (QS. An-Nahl [16]: 32)
Nabi Muhammad –shallal-‘Llahu ‘alaihi wa sallam- menggambarkan secara rinci bagaimana mulianya proses sakratul-maut bagi seorang mu`min:
إنَّ العَبدَ المُؤمِنَ إِذَا كَانَ فِي انقِطَاعٍ مِنَ الدُّنيَا وَإِقبَالٍ مِنَ الآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيهِ مَلَائِكَةٌ مِنَ السَمَاءِ بِيضُ الوُجُوهِ كَأنَّ وُجُوهَهُمُ الشَمسُ مَعَهُم كَفْنٌ مِن أَكفَانِ الجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِن حَنُوطِ الجَنَّةِ حَتَّى يَجلِسُوا مِنهٌ مَدَّ البَصَرِ ثُمَّ يَجِئُ مَلَكُ المَوتِ عَليهِ السَلَامُ حَتَّى يَجلِسُ عِندَ رَأسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفسُ الطَيِبَةُ أَخرِجِي إِلَى مَغفِرَةٍ مِنَ اللهِ وَرِضوَانٍ قَالَ فَتَخَرَّجَ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ القَطَرَةِ مَن فِي السِقَاءِ فَيَأخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَم يَدعُوهَا فِي يَدِهِ طَرفَةُ عَينٍ حَتَّى يَأخُذُوهَا فَيَجعَلُوهَا فِي ذَلِكَ الكَفنَ وَفِي ذَلِكَ الحَنُوطِ وَيَخرُجُ مِنهَا كَأَطيَبِ نَفحَةِ مِسكٍ وُجِدَت عَلَى وَجهِ الأَرضِ
“Seorang hamba yang mu`min jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit dengan wajah yang putih. Rona wajah mereka laksana sinar matahari. Mereka membawa kafan dari surga, serta hanuth (wewangian) dari surga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata memandang. Selanjutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya sembari berkata: ‘Wahai jiwa yang baik -dalam riwayat lain- jiwa yang tenang, keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya’. Ruhnya keluar bagaikan aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah ruhnya keluar, maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut) sejenak saja untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah itu tercium semerbak aroma parfum terwangi yang ada di bumi…” (Musnad Ahmad bab awwalu musnadil-kufiyyin no. 18534)
Adapun bagi hamba-Nya yang kafir atau pendosa (zhalim), Allah berfirman: “Alangkah dahsyatnya sekiranya engkau melihat ketika orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul-maut, sedang para malaikat mumukul dengan tangannya [seraya berkata]: ‘Keluarkan nyawamu!. Pada hari ini kamu akan dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan disebabkan kamu selalu mengatakan terhadap Allah [perkataan] yang tidak benar dan [karena] kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya’. (QS. Al-An’am [6]: 93) Dan firman-Nya: “Alangkah dahsyatnya sekiranya engkau melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir sambil memukul wajah-wajah dan punggung-punggung mereka [seraya berkata]: ‘Rasakanlah oleh kalian siksa yang membakar!.’ (QS. Al-Anfal [8]: 50)
Sambil merasakan pedihnya sakratul-maut, orang-orang kafir memohon untuk dikembalikan nyawanya agar ia bisa bertaubat atas segala dosa-dosanya dan beramal shalih. Namun itu semua sudah terlambat, karena Allah tidak akan menerima taubat seorang hamba ketika sudah dalam kondisi sekarat. Allah berfirman: “Hingga apabila datang kematian kepada salah seorang dari mereka, ia berkata: ‘Wahai Tuhanku, kembalikan aku ke dunia agar aku bisa beramal shalih atas apa yang luput dariku!’. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Di hadapan mereka ada dinding (barzakh) sampai hari mereka dibangkitkan”. (QS. Al-Mu`minun [23]: 99-100) Nabi Muhammad –shallal-‘Llahu ‘alaihi wa sallam– bersabda: “Sesungguhnya Allah benar-benar akan menerima taubat seorang hamba selama belum sekarat.” (Sunan at-Tirmidzi abwab ad-da’awa ‘an Rasulil-`Llah no. 3537)
Nabi Muhammad –shallal-‘Llahu ‘alaihi wa sallam– pun menggambarkan secara rinci bagaimana hinanya proses sakratul-maut bagi seorang kafir:
وَإنَّ العَبدَ الكَافِرَ إِذَا كَانَ فِي انقِطَاعٍ مِنَ الدُنيَا وَإِقبَالٍ مِنَ الآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيهِ مِنَ السَمَاءِ مَلَائِكَةٌ سَودُ الوُجُوهِ مَعَهُمُ المَسُوحُ فَيَجلِسُونَ مِنهُ مَدَّ البَصَرِ ثُمَّ يَجِئ ُمَلَكُ المّوتِ حَتَّى يَجلِسَ عِندَ رَأسِهِ فَيَقُولَ أَيَّتُهَا النَّفسُ الخَبِيثَةُ أَخرِجِي إِلَى سَخَطٍ مِنَ اللهِ وَغَضَبٍ قَالَ فَتَفَرَّقَ فِي جَسَدِهِ فَيَنتَزِعَهَا كَمَا يُنتَزَعُ السَفُودُ مِنَ الصُوفِ المَبلُولِ
“Sesungguhnya hamba yang kafir -dalam riwayat lain- yang jahat ketika akan berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat-malaikat yang kasar akan dari langit dengan wajah yang buruk dengan membawa pakaian dari neraka. Mereka duduk sepanjang mata memandang kemudian malaikat maut hadir dan duduk di atas kepalanya dan berkata: ‘Wahai jiwa yang keji keluarlah kamu menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya!’. Maka ia mencabut (ruhnya) layaknya mencabut saffud (penggerek yang banyak mata besinya) dari bulu wol yang basah.” (Musnad Ahmad bab awwalu musnadil-kūfiyyīn no. 18534)
Wal-`Llāhu a’lam.