Di dalam al-Quran disebutkan bahwa dosa pelaku riba akan dibangkitkan dalam kubur seperti orang yang kerasukan setan. Ancaman yang disebutkan dalam surat al-Baqarah: 273 menggambarkan begitu mengerikannya dosa riba.
Selain di dalam al-Quran, ada beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa ada tujuh puluh tiga (73) pintu dosa pelaku riba dan pintu yang paling ringan ialah dosa semisal orang yang menzinahi ibu kandungnya sendiri. Hadits ini pun tidak main-main mengancam kepada para pelaku dosa riba. Namun bagaimanakan kedudukan hadits tersebut. Berikut kami hadirkan riwayat-riwayat tersebut beserta anlisanya.
Hadits yang menerangkan adanya 73 pintu dosa bagi pelaku riba adalah sebagai berikut:
الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ
“Riba Itu ada 73 pintu (dosa), yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinahi ibu kandungnya sendiri.
Hadits di atas ternyata tidak aman dari kritikan ulama ahli hadits. Para ahli hadits memberikan catatan pada rawi-rawi yang meriwayatkan hadits tersebut. Berikut di antara cacatan para ahli hadits.
Analisis Sanad
Hadits di atas diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah melalui dua jalur. Jalur pertama melalui Abu Hurairah – Abu Salamah – Yahya – Ikrimah. Jalur kedua melalui Abu Hurairah – Sa’id al-Maqburi – Abu Mays’ar. Dari jalur pertama ini terdapat berapa kritikan terhadap rawi yang bernama Ikrimah. Nama aslinya adalah Ikrimah ibn ‘Ammar. Abu Hatim dalam kitab jarh wa ta’dilnya menyebutkan bahwa dia (Ikrimah) adalah seorang rawi yang shaduq (jujur) namun hadits yang diriwayatkannya terdapat banyak kesalahan dan ia banyak mentadliskan (memalsukan hadits) ketika hadits itu diterima dari Yahya bin Abi Katsir.
Al-Mizzi dalam kitab Tahdzibul Kamalnya menyebutkan bahwa Ikrimah adalah rawi yang shaduq dan banyak yang meriwayatkan hadits darinya semisal Syu’bah, ats-Tsauri, dan Yahya al-Qathan. Bahkan Yahya bin Ma’in dan Ahmad bin Hanbal menilainya tsiqah (kredibel/ kuat hafalannya). Akan tetapi memang, jika hadits yang ia terima bersumber dari Yahyan bin Abi Kastir maka didhaifkan (dinilai lemah) periwayatannya. Demikian halnya catatan Ibnu Abi Hatim dalam Jarh wa Ta’dilnya yang tidak jauh berbeda.
وَقَالَ زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى اَلسَّاجِي : صَدُوْقٌ ، رَوَى عَنْهُ شُعْبَةُ وَالثَّوْرِيُّ وَيَحْيَى اَلْقَطَّانُ ، وَوَثَّقَهُ يَحْيَى بْنُ مَعِيْنَ، وَأَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ إِلَّا أَنَّ يَحْيَى اَلْقَطَّانَ ضَعَّفَهُ فِي أَحَادِيْثَ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيْرٍ -تَهْذِيْبُ الْكَمَالِ
Zakaria bin Yahya al-Saaji berkata, “ia shaduq,.” Syu’bah, ats-Tsauriy dan Yahya al-Qathan meriwayatkan darinya. Yahya ibn Main dan Ahmad ibn Hanbal mentsiqahkannya namun Yahya al-Qathan mendhaifkannya pada hadits-hadits yang ia terima dari Yahya bin Abi Katsir
سَأَلْتُ أَبِي عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ فَقَالَ : كَانَ صَدُوْقًا وَرُبَمَا وَهْمٌ فِي حَدِيْثِهِ وَرُبَمَا دَلَّسَ وَفِي حَدِيْثِهِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيْرٍ بَعْضُ الْأَغَالِيْطِ- الجرح والتعديل لابن أبي حاتم
Aku (Ibn Abi Hatim) bertanya kepada ayahku tentang Ikrimah bin ‘Ammar, ia berkata, “Beliau Shaduq, namun terkadang pada haditsnya banyak yang salah dan terkadang ia mentadliskan hadits serta pada hadisnya yang ia terima dari Yahya bin Abi Katsir sebagiannya banyak sekali kesalahan. (Jarh wa Ta’dil karya Abi Hatim)
Catatan berikutnya diberikan oleh Al-Jurjani dalam kitabnya al-Kamil fi Dhu’afa’ ar-Rijal. Ia menyebutkan beberapa komentar para pakar hadits mengenai Ikrimah. Imam al-Bukhari misalnya, mengatakan bahwa hadits tentang riba dan zina yang ia (Ikrimah) terima dari Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi saw adalah munkarul hadits.
سَمِعْتُ ابْنَ حَمَّادٍ يَقُوْلُ : قَالَ الْبُخَارِيُّ : قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ زِيَادٍ : حَدَّثَنَا عِكْرِمَة بْنُ عَمَّارٍ ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيْرٍ ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الرِّبَا وَالزِّنَا ، مُنْكَرُ الْحَدِيْثِ- الكامل في الضعفاء.
Aku mendengar Ibnu Hamad berkata, telah berkata imam al-Bukhari, telah berkata Abdullah bin Ziyad, telah menerangkan keapda kami Ikrimah bin ‘Ammar dari Yahya bin Abi Katsir dari Abi Salamah dari Abi Hurairah dari Nabi saw tentang riba dan zina, adalah munkarul hadits.
Pada kesempatan lain, imam al-Bukhari menilai hadits yang diriwayatkan oleh Ikrimah yang diterima dari Yahya bin Katsir adalah idhtirab haditsnya. Maka dari itu, dari jalur periwayatan hadits ini Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Taqrib at-Tahdzib menyimpulkan sebagai berikut:
صَدُوْقٌ يَغْلَطُ ، وَفِي رِوَايَتِهِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيْرٍ اِضْطِرَابٌ ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كِتَابٌ -تقريب التهذيب.
Shaduq namun banyak kelirunya, dan hadits yang diriwayatkannya dari Yahya bin Abi Kastir adalah idhtirab serta sama sekali ia tidak memiliki catatan (hadits).
Dengan demikian, dari jalur periwayatan ini haditsnya sangat dhaif disebabkan keidhtiraban Ikrimah yang telah menerima hadits tersebut dari Yahya bin Abi Katsir.
Adapun jalur kedua, yaitu melalui Abu Hurairah – Sa’id al-Maqburi – Abu Mays’ar juga tidak terlepas dari beberapa kritikan. Kali ini kritikan tersebut dialamatkan pada rawi yang bernama Abu Masy’ar. Imam at-Tirmidzi menyebutkannya sebagai seorang rawi yang banyak diperbincangkan tentang hafalannya. Imam al-Bukhari menilainya munkarul hadits, bahkan al-Bukhari sama sekali tidak meriwayatkan hadits darinya. An-Nasa’i dan Abu Daud menilainya dhaif.
وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ : قَدْ تَكَلَّمَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ فِي أَبِي مَعْشَرٍ مِنْ قِبَلِ حِفْظِهِ ، قَالَ مُحَمَّدٌ : لاَ أَرْوِي عَنْهُ شَيْئًا-تَهْذِيْبُ الْكَمَالِ.
Imam al-Tirmidzy berkata,Sungguh sebagian ulama ahli ilmu telah memperbincangkan Abi Ma;syar dalam segi hafalannya. Muhammad (al-Bukhari) berkata, “Aku sama sekali tidak meriwayatkan hadits darinya.”
وَقَالَ الْبُخَارِيُّ : مُنْكَرُ الْحَدِيْثِ-تَهْذِيْبُ الْكَمَالِ.
Imam al-Bukhari berkata, “Dia munkarul hadits.”
وَقَالَ النَّسَائِيُّ ، وَأَبُوْ دَاوُدَ : ضَعِيْفٌ-تَهْذِيْبُ التَّهْذِيْبِ.
Imam Al-Nasa’i dan Abu Dawud berkata, “Dia dhaif.”
Imam al-Dzahabi berkata dalam Talkhis Kitab al-Maudhu’atnya sebagai berikut:
” الرِّبَا سَبْعُونَ بَابا، أصغرها كَالَّذي ينْكح أمه “. فِيهِ: عبد الله بن زِيَاد هَالك، ثَنَا عِكْرِمَة بن عمار، عَن يحيى بن أبي كثير، عَن أبي سَلمَة، عَن أبي هُرَيْرَة، عَن النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم. رَوَاهُ عَنهُ اثْنَان، وَهَذَا بَاطِل.
Hadis tentang “riba itu memiliki 70 pintu dosa dan yang terkecil setara dengan menzinahi ibunya” di dalamnya terdapat rawi Abdullah bin Ziyad, ia berkata bahwa telah menerangkan kepada kami Ikrimah dari Yahya dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi saw. Telah meriwayatkan darinya dua orang dan hadis ini adalah bathil.
Imam al-Bukhari memberikan ta’lil, sebagaimana yang dikutip oleh ibn al-Jauzi dalam al-Maudhuat.
قَالَ الْبُخَارِيُّ: إِنَّمَا رَوَى هَذَا الْحَدِيْثَ أَبُو سَلَمَةَ، عَنْ عَبْدِ الله بْنِ سَلَامٍ نفسه.
Imam al-Bukhari berkata, “Tiada lain hadits yang diriwayatkan Abu Salamah hanyalah dari ucapan Abdullah bin Salam sendiri.”
Setelah melakukan penakhrijan, kami menemukan riwayat yang dimaksud imam al-Bukhari yang terdapat dalam Syu’abul Iman imam al-Baihaqi. Berikut riwayat beserta sanadnya:
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ، وَمُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى، ثنا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ الْخَوْلَانِيُّ الْمِصْرِيُّ، ثنا ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ هِشَامِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ سَلَامٍ قَالَ: ” الرِّبَا سَبْعُونَ حُوبًا، أَدْنَاهَا فَجْرَةً مِنْهُ مِثْلُ أَنْ يَضْطَجِعَ الرَّجُلُ مَعَ أُمِّهِ، وَأَرْبَى الرِّبَا اسْتِطَالَةُ الْمَرْءِ فِي عِرْضِ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ
Telah mengabarkan kepada kami Abu Abdullah al-Hafidz dan Muhammad bin Musa, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas bin Ya’kub, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’ad al-Khaulani al-Mishri, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab dari Hisyam bin Sa’ad dari Jaid bin Aslam bahwa Abdullah bin Salam berkata, “Riba itu memiliki 70 jenis dosa. Dosa riba yang paling ringan seperti seseorang meniduri ibu kandungnya sendiri dan dosa riba yang paling parah ialah seperti seseorang membeberkan kejelekan saudara muslimnya.
Dengan demikian, dari jalur Abu Hurairah ini yang benar adalah mauquf dari Abdullah bin Salam. Akan tetapi, setelah dilakukan analisis sanad, hadits mauquf ini pun statusnya dhaif, sebab pada sanadnya terdapat rawi bernama Hisyam bin Sa’ad, berikut komentar dari ahlu nuqad (para pengkritik hadits):
وَذَكَرَهُ الْبَرْقَنِي فِي بَابِ : مَنْ نُسِبَ إِلَى الضَّعْفِ فِي الرُّوَاِة مِمَنْ يَكْتُبُ حَدِيْثَهُ ، وَقَالَ : قَالَ لِي يَحْيَى بْنُ مَعِيْنٍ : ضَعِيْفٌ ، حَدِيْثُهُ مُخْتَلِطٌ-إِكْمَالُ تَهْذِيْبِ الْكَمَالِ.
Al-Barqani menerangkan pada bab rawi yang dinisbahkan dhaif pada periwayatan dari rawi yang hadisnya dicatat. Ia berkata, “Telah berkata kepada Yahya ibn Ma’in, “Dia (Hisyam) rawi yang dhaif, hadisnya kacau.”
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي بَكْرٍ ، حَدَّثَنَا عَبَّاسٌ ، سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ مَعِيْنٍ يَقُوْلُ : هِشَامُ بْنُ سَعْدٍ لَيْسَ بِشَيْءٍ ، كَانَ يَحْيَى بْنُ سَعِيْدٍ اَلْقَطَّانُ لَا يُحَدِّثُ عَنْهُ .-الكامل في الضعفاء.
Ibn Abi Bakr telah menerangkan kepada kami, ia berkata telah menerangkan kepada kami Abbas aku mendengar Yahya ibn Ma’in berkata, “Hisyam bin Sa’ad haditsnya tidak ada apa-apanya. Yahya bin Sa’ad al-Qathan tidak meriwayatkan hadits darinya.
Bahkan Hisyam ini menurut Ibnu Hajar al-Asqalani di dalam Taqrib at-Tahdzib selain banyak kesalahan juga terindikasi syi’ah. Walau demikian ia masih tergolong shaduq (rawi yang jujur).
Kedua jalur periwayatan di atas (sebagaimana yang telah diuraikan) jika diilustrasikan dengan pohon sanad, maka akan tergambar seperti berikut ini:
Selain riwayat yang menerangkan 73 pintu dosa pelaku riba, terdapat juga versi lain yang menyatakan bahwa dosa pelaku riba ada 72 (tujuh puluh dua) pintu dan dosa riba yang paling parah adalah semisal orang yang membeberkan kejelekan saudaranya sendiri.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوْسَى اَلْوَاسِطِي، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي نُعَيْمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ، عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ رَاشِدٍ ، عَنِ الزُّهْرِيّ، عَنْ سَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيه وَسَلَّم: إِنَّ مِنْ أَرْبَى الرِّبَا اِسْتَطَالَةُ اْلمَرْءِ فِي عِرْضِ أَخِيهِ.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Musa al-Wasithi ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi Nu’aim ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Wuhaib dari Nu’man bin Rasyid dari az-Zuhri dari Sa’id al-Musayyab dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya dosa riba yang paling parah adalah seperti seseorang membeberkan kejelekan saudaranya sendiri.
Akan tetapi riwayat ini pun lemah dan kelemahan riwayat ini tertuju terdapat pada rawi yang bernama Nu’man bin Rasyid. Rawi ini terindikasi su’ul hifdzi (lemah hafalannya) sehingga berdampak pada kualitas hadits yang diriwayatkan olehnya. Kesalahannya dijelaskan oleh Abu Zur’ah sebagai berikut:
قَالَ أَبُو زُرْعَةَ : هَذَا خَطَأٌ ، إِنَّمَا هُوَ الزُّهْرِيُّ ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، مُرْسَلاً.
Abu Zur’ah berkata: sanad ini salah, tiada lain sanad ini dari al Zuhriy dari Sa’id dari Nabi secara Mursal.
Demikian juga Abu Hatim menerangkan letak kesalahan periwayatan ini sebagaimana berikut ini:
قَالَ أَبِي : هَذَا خَطَأٌ ، رَوَاهُ ابْنُ الْمُبَارَكِ ، عَنْ مَعْمَرٍ وَيُونُسَ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ قوله.
Ayahku (Abu Hatim) berkata, “Sanad ini salah, yang benar adalah Ibnu Mubarak meriwayatkan dari Ma’mar dan Yunus dari az-Zuhriy dari Sa’id al Musayyab hanya sebagai ucapannya (bukan sabda Nabi saw).
Setelah diteliti ternyata riwayat ini merupakan hadits mauquf sebagaimana yang terdapat di dalam Mushannaf Abdur Razaq:
أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنِ الزُّهْرِي عَنِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ : أَرْبَى الرِّبَا اِسْتِطَالَةُ الْمَرْءِ فِي عِرْضِ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ
Telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari az-Zuhri dari Ibnu al-Musayyab ia berkata, “Dosa riba yang paling parah adalah seperti seseorang membeberkan kejelekan saudaranya yang muslim.
Dari penelusuran hadis-hadis tentang dosa riba memiliki lebih dari 70 pintu dan dosa paling kecil setara dengan berzina dengan ibunya, tidak ada satupun yang shahih, semuanya dhaif munkar, adhtirab, serta bukan berasal dari Nabi Saw. Walau demikian adanya, tetap dosa riba mesti dijauhi mengingat ancaman bagi pelakunya tidak ringan sebagaimana yang tercantum dalam al-Quran. WaLlahu A’lam