وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (186)
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat; Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah [2]: 186)
Al-Bassam mengartikan doa dengan memohon sepenuh hati dan berharap penuh. Dengan demikian, berdoa kepada Allah sama artinya dengan memohon sepenuh hati dan berharap penuh kepada Allah azza wa jalla. (Taudhihul Ahkam)
Al-Bassam juga mengkategorikan doa kepada dua kategori. Pertama, du’a mas’alah. Kedua, du’a ‘ibadah. Du’a mas’alah adalah doa-doa yang berkaitan dengan permintaan dan keinginan kita kepada Allah dengan tanpa dibatasi ruang dan waktunya. Sedangkan du’a ‘ibadah adalah doa-doa yang redaksinya ditetapkan oleh syariat dan diatur tatacara pelaksanaanya, seperti doa sujud dibaca saat sujud, doa masuk WC dibaca saat masuk WC, dan semisalnya.
Selain meraih kebaikan-kebaikan, doa juga mampu mencegah hal-hal buruk dan hal-hal yang tidak kita inginkan. Namun demikian, syarat utama dari itu semua adalah yakin. Kayakinan inilah yang kemudian akan berdampak kepada doa yang kita panjatkan. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyyah dalam kitab ad-Da’u wa ad-Dawa berikut ini:
وَكَذَلِكَ الدُّعَاءُ، فَإِنَّهُ مِنْ أَقْوَى الْأَسْبَابِ فِي دَفْعِ الْمَكْرُوْهِ وَحُصُوْلِ الْمَطْلُوْبِ، وَلَكِنْ قَدْ يَتَخَلَّفُ عَنْهُ أَثَرُهُ، إِمَّا لِضَعْفِهِ فِي نَفْسِهِ بِأَنْ يَكُوْنَ دُعَاءُ لاَ يُحِبُّهُ اللهُ لِمَا فِيْهِ مِنَ الْعُدْوَانِ، وَإِمَّا لِضَعْفِ الْقَلْبِ وَعَدَمِ إِقْبَالِهِ عَلَى اللهِ وَجَمْعِيَّتِهِ عَلَيْهِ وَقْتَ الدُّعَاءِ، فَيَكُوْنَ بِمَنْزِلَةِ الْقُوْسِ الرَّخْوِ جِدًّا فَإِنَّ السَّهْمَ يَخْرُجُ مِنْهُ خُرُوْجًا ضَعِيْفًا، وَإِمَّا لِحُصُوْلِ الْمَانِعِ مِنَ الْإِجَابَةِ مِنْ أَكْلِ الْحَرَامِ، وَالظُّلْمِ، وَرَيْنِ الذُّنُوْبِ عَلَى الْقُلُوْبِ، وَاسْتِيْلاَءِ الْغَفْلَةِ وَالسَّهْوِ وَاللَّهْوِ وَغَلَبَتِهَا عَلَيْهَا.
Dan demikian juga dengan doa, ia merupakan penyebab kuat dalam mencegah hal-hal yang buruk dan meraih hal-hal yang diinginkan. Akan tetapi, terkadang doa itu tidak memiliki pengaruhnya. Hal itu bisa disebabkan kesalahan diri karena doanya berisi tentang permusuhan yang tentu tidak disukai Allah. Dan bisa jadi karena kurang yakin dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah di saat berdoa, maka hal itu seperti terjadi pada busur yang kendor yang panah pun tidak akan melesat tengan kuat. Atau bisa jadi penyebab tidak dikabulkannya doa dikarenakan makanan (yang dikonsumsinya) haram, berbuat dzalim, noda dosa yang menutupi hati, dan bisa jadi dikarenakan lalai, tidak fokus, dan banyak bersenda gurau.
Artinya, persoalan dikabulkan dan tidak dikabulkannya doa tidak terletak pada Allah, tapi terletak orang yang berdoanya. Karena hal ini telah ditegaskan dalam firman-Nya bahwa Allah pasti akan mengabulkan setiap orang yang bedoa kepada-Nya.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ (60)
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS. Ghafir [40]: 60)
Ayat ini menurut Ibnu Katsir sebagai karunia Allah azza wa jalla terhadap hambanya dalam hal mendorong hamba-Nya agar berdoa kepada-Nya disertai dengan adannya jaminan pengabulan doa dari-Nya. Bahkan sebaliknya, jika seorang hamba tidak mau dan tidak pernah berdoa kepada Allah, niscaya Allah akan marah dan murka kepadanya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّهُ مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللهَ يُغْضَبُ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah radhiya-‘Llahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shalla-‘Llahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak meminta (berdoa) kepada Allah, niscaya ia akan dimurkai”. (Sunan at-Tirmidzi no. 3373)
Oleh karenanya, ada beberapa adab yang mesti diperhatikan orang orang yang berdoa agar kemudian doanya menjadi terkabulkan. Al-Bassam memberikan catatan penting terkait adab-adab dalam berdoa yang ia ringkas dari kitab al-Adzkar karya Imam Nawawi, di antaranya; 1) menjauhi hal-hal yang haram; 2) ikhlas dalam berdoa; 3) dalam keadaan bersuci; 4) menghadap kiblat; 5) memuji dan menyanjung Allah azza wa jalla; 6) khusyuk dan tidak meninggikan suara serta masih banyak yang lainnya.
Untuk yang terakhir ini, khusyuk dan tidak meninggikan suara, detegaskan dan diperkuat dengan ayat yang tertera di bawah judul tulisan ini. Asbabun nuzul pada surat al-Baqarah ayat 186 berbicara tentang pertanyaan orang Arab Badui kepada Rasulullah mengenai keberadaan Allah azza wa jalla. Menurut mereka, jika Allah itu dekat maka mereka aka berdoa sambil bermunajat-merendahkan suara. Tapi jika Allah itu jauh maka mereka akan berdoa sambil berteriak-meninggikan suara. Berikut pemaparan Ibnu Katsir di dalam kitab Tafsirnya:
روي أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَقَرِيبٌ رَبُّنَا فَنُنَاجِيهِ أَمْ بَعِيدٌ فَنُنَادِيهِ؟ فَسَكَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الداع إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وليؤمنوا} (أخرجه ابن أبي حاتم) وعن الْحَسَنِ قَالَ: سَأَلَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيْنَ رَبُّنَا؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: {وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ} الْآيَةَ.
Diriwayatkan bahwa orang Arab Badui bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan kami itu dekat? (jika dekat) kami akan bermunajat kepada-Nya. Ataukah jauh? (jika jauh) kami akan berteriak?” Nabi shalla-‘Llahu ‘alaihi wa sallam terdiam lalu Allah menurunkan ayat “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat; Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku”. (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim). Dan dari al-Hasan ia berkata, “Para sahabat Rasulullah shalla-‘Llahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Dimanakah Tuhan kami?” lalu Allah azza wa jalla menurunkan ayat “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat; Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku”.
Oleh karenya, bermunajat dan tidak mengeraskan suara ketika berdoa menjadi salah satu adab yang mesti diperhatikan.
Memperbanyak Doa di Bulan Ramadhan
Di antara rangkaian ibadah Ramadhan yang sering dan banyak dilupakan adalah berdoa. Padahal ayat di atas diletakan pada ayat-ayat yang membericarakan seputar ibadah Ramadhan. Berkenaan dengan ayat ini, Wabah az-Zuhaili menerangkan sebagai berikut:
هَذِهِ الآيَاتِ تَذْكِيْرٌ لِلْعِبَادِ وَتَعْلِيْمٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ مَا يُرَاعُوْنَهُ فِي عِبَادَةِ الصِّيَامِ وَغَيْرِهَا مِنَ الطَّاعَةِ وَالْإِخْلَاصِ وَالْآدَابِ وَالْأَحْكَامِ، وَالتَّوَجُّهِ إِلَى اللهِ تَعَالَى بِالدُّعَاءِ الَّذِي يَعِدُّهُمْ لِلْهُدَى وَالرَّشَادِ.
Ayat-ayat ini sebagai peringatan dan pengajaran kepada orang-orang yang beriman agar menjaga dan memperhatikan rangkaian ibadah shaum baik ketaatannya, keikhlasannya, adab-adabnya, hukum-hukumnya, dan bahkan sampai pada arahan (agar memperbanyak) doa kepada Allah agar mereka termasuk orang-orang yang meraih hidayah dan petunjuk. (Tafsir al-Munir)
Bahkan bulan Ramadhan menjadi salah satu waktu di antara waktu-waktu diijabahnya doa. Dan lebih spesifik lagi, yaitu di saat menjelang berbuka puasa dan lailatul qadar.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ :… ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ ، الإِمَامُ الْعَادِلُ ، وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ…
Dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah shalla-‘Llahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “…Tiga orang yang tidak akan ditolak doanya, yaitu pemimpin yang adil, orang yang shaum hingga berbuka, dan doa orang yang terdzalimi…”. (Musnad Imam Ahmad no. 8030)
رَوَاهُ الْإِمَامُ أحمد عن عبد الله ابن بُرَيْدَةَ أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ: إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَمَا أَدْعُو؟ قَالَ: “قُولِي: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عني
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari ‘Abdullah bin Buraidah bahwasannya ‘Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, bila aku mendapatkan lailatul qadar, aku mesti berdoa apa?” Nabi menjawab, “Berdoalah: “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni” (Ya Allah! Sungguh Engkau itu pemaaf dan suka memaafkan, maka maafkanlah aku”. (Musnad Imam Ahmad no. 25423)
Kedua dalil ini mesti memotivasi kita untuk memperbanyak doa di bulan Ramadhan karena ia merupakan momentum terbaik dikabulkannya doa; baik doa yang masuk dalam kategori mas’alah, yaitu doa-doa yang berisi tentang keperluan dan kebutuhan kita; maupun doa-doa yang masuk dalam kategori ‘ibadah, yaitu doa-doa yang ketentuannya sudah diatur oleh syariat, seperti doa berbuka shaum, doa shalat tarawih, dan doa i’tikaf. WaLlahu A’lam