Ramadhan merupakan bulan berkah dan di antara keberkahan bulan Ramadhan adalah dilipatgandakannya kebaikan. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad saw:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa, karena itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabb-nya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada baunya minyak kasturi.” (dari Abu Hurairah r.a HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)
Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah mengatakan, “Sebagaimana pahala amalan puasa akan berlipat-lipat dibanding amalan lainnya, maka puasa di bulan Ramadhan lebih berlipat pahalanya dibanding puasa di bulan lainnya. Ini semua bisa terjadi karena mulianya bulan Ramadhan dan puasa yang dilakukan adalah puasa yang diwajibkan oleh Allah pada hamba-Nya. Allah pun menjadikan puasa di bulan Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam, tiang penegak Islam.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 271)
Selain itu, Allah juga menjanjikan ampunan bagi orang yag melaksanakan pusa di bulan Ramadhan. Rasulullah saw bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah r.a Nabi saw bersabda: “Barang siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan karena keimanan dan keikhlasan, maka akan diampuni dosanya yang telah berlalu”. (HR. Al-Bukhari no. 37 dan Muslim no. 1266).
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Rasulullah saw menganjurkan agar mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan, akan tetapi tidak mewajibkannya. Beliau bersabda: “Siapa yang mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan karenan iman dan ikhlas, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (Hr. Bukhari no. 36 dan Muslim no. 1267).
Namun demikian, terdapat riwayat yang menyatakan bahwa baik pahala yang dilipatgandakan maupun ampunan yang Allah janjikan bagi yang shaum di bulan Ramadhan, keduanya tidak akan diterima selama zakat belum tertunaikan. Bahkan pahalanya akan terkatung-katung di antara langit dan bumi.
شَهْرُ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، لَا يُرْفَعُ إِلَّا بِزَكَاةِ الْفِطْرِ
“ (Pahala) bulan Ramadhan terkatung-katung antara langit dan bumi, tidak akan diangkat kecuali dengan zakat fitrah.”
Shahihkah hadits di atas hingga bisa dijadikan hujjah? Ataukah sebalikinya, haditsnya lemah hingga tidak dapat dijadikan hujjah? Berikut penjelasannya.
Takhrij al-Hadits
العلل المتناهية في الأحاديث الواهية لابن الجوزي (2/ 7(
-823فَأَخبرنا عَبد الرَّحمَن بن مُحَمد، قال: أَخبرنا أَحمد بن عَلِي بنِ ثابتٍ، قال: أَخبرنا مُحَمد بن طَلحَةَ النِّعالِيُّ، قال: حَدَّثنا أَبُو صالِحٍ سَهلُ بن إِسماعِيل الجَوهَرِيُّ، قال: حَدَّثنا أَبُو العَباسِ مُحَمد بن الحَسَنِ بنِ قُتَيبة العَسقَلانِيُّ، قال: حَدَّثنا مُحَمد بن أَبِي السُّرِّيِّ العَسقَلانِيُّ، قال: حَدَّثنا بَقِيَّةُ، قال: حَدَّثَنِي عَبد الرَّحمَن بن عُثمانَ، عَن أَنَسِ بنِ مالِكٍ، قال: قال رَسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يَزالُ صِيامُ العَبدِ مُعَلَّقًا بَينَ السَّماءِ والأَرضِ حَتَّى يُؤَدِّيَ زَكاةَ فِطرِهِ.
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Muhammad ia berkata, “Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin ‘Ali bin Tsabit ia berkata, “Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Thalhah an-Ni’ali ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Abu Shalih Sahl bin Isma’il al-Jauhari ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Abul ‘Abbas Muhammad bin al-Hasan bin Qutaibah al-Asqalani, ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abi as-Surri al-Asqalani ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ia berkata, “Telah menceritakan kepadaku ‘Abdurrahman bin ‘Utsman dari Anas bin Malik ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, “(Pahala) shaum seorang hamba akan terkantung-kantung di antara langit dan bumi hingga ia telah menunaikan zakat fitrahnya. (Al-‘Ilal Mutanahiyyah fil Ahadits al-Wahiyyah li Ibni al-Jauziyyah)
العلل المتناهية في الأحاديث الواهية لابن الجوزي (2/ 8(
-824حَدَّثنا أَبُو القاسِمِ بن الحُصَينِ، قال: أَخبرنا عَلِيُّ بن أَبِي عَلِي البَصرِيُّ، قال: حَدَّثنا أَبُو بَكرٍ مُحَمد بن إِبراهِيم بنِ حَمدانَ الديرعاقولي، قال: حَدَّثنا أَبُو عَبدِ الله مُحَمد بنِ إِسماعِيل بنِ إِسحاقَ الفَقِيهُ، قال: حَدَّثَنِي عَبد الله بن عَلِي بنِ عُبَيدَةَ المُؤَدَّبُ، قال: حَدَّثنا مُحَمد بن عُبَيدٍ البَصرِيُّ، قال: حَدَّثنا مُعتَمِرٌ، قال: حَدَّثنا إِسماعِيلُ بن أَبِي خالِدٍ، عَن قَيسِ بنِ أَبِي حازِمٍ، عَن جَرِيرِ بنِ عَبدِ الله، قال: قال رَسول الله صلى الله عليه وسلم: إِنَّ شَهرَ رَمَضانَ مُعَلَّقٌ بَينَ السَّماءِ والأَرضِ لا يُرفَعُ إِلاَّ بِزَكاةِ الفِطرِ.
Telah menceritakan kepada kami Abul Qasim bin al-Hushain ia berkata, “Telah mengabarkan kepada kami ‘Ali bin Abi ‘Ali al-Bashri ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim bin Hamad ad-Dayar’Aquli ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ishaq al-Faqih ia berkata, “Telah menceritakan kepadaku ‘Abdullah bin ‘Ali bin ‘Ubaidah al-Mu’addab ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Ubaid al-Bashri ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Mu’tamir ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Jarir bin ‘Abdullah ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya bulan Ramadhan itu (pahalanya) terkantung-kantung di antara langit dan bumi; tidak akan naik (pahalanya) kecuali telah menunaikan zakat fitrah”.
الغرائب الملتقطة من مسند الفردوس لابن حجر – مخطوط (ن) (ص: 832)
868- قال : أخبرنا أبي ، أخبرنا محمد بن عثمان القومساني ، حدثنا محمد بن عمر الحافظ ، حدثنا أبو حذيفة أحمد بن محمد بن علي ، حدثنا عبد الله بن أحمد بن عبيد الصفار بحمص ، حدثنا عبيد الله بن علي بن عبيده ، حدثنا محمد بن عبيد البصري ، حدثنا معتمر بن سليمان ، عن إسماعيل بن أبي خالد ، عن قيس بن أبي حازم ، عن جرير بن عبد الله ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” إِنَّ شَهرَ رَمَضانَ مُعَلَّقٌ بَينَ السَّماءِ والأَرضِ لا يُرفَعُ إِلاَّ بِزَكاةِ الفِطرِ” .
Telah mengabarkan kepada kami ayahku, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Utsman al-Qawimsani, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Umar al-Hafidz, telah menceritakan kepada kami Abu Hudzaifah Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin ‘Ubaid ash-Shafar Bihims, telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidillah bin ‘Ali bin ‘Ubaidah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Ubaid al-Bashri, telah menceritakan kepada kami Mu’tamir bin Sulaiman dari Isma’il bin Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Jarir bin ‘Abdillah ia berkata, “Rasulullah saw bersabda, “Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya bulan Ramadhan itu (pahalanya) terkantung-kantung di antara langit dan bumi; tidak akan naik (pahalanya) kecuali telah menunaikan zakat fitrah”.
مسند الفردوس (1/ 67)
أخبرنا أبي أخبرنا محمد بن عثمان القومساني ثنا محمد بن عمر الحافظ ثنا أبو حذيفة أحمد بن محمد بن علي ثنا عبد اللَّه بن أحمد بن عبيد الصفار بحمص ثنا عبيد اللَّه بن علي بن عبيدة ثنا محمد بن عبيد البصري ثنا معمر بن سليمان عن إسماعيل بن أبي خالد عن قيس بن أبي حازم عن جرير بن عبد اللَّه عن النبي -صلى اللَّه عليه وسلم قال إِنَّ شَهرَ رَمَضانَ مُعَلَّقٌ بَينَ السَّماءِ والأَرضِ لا يُرفَعُ إِلاَّ بِزَكاةِ الفِطرِ
Telah mengabarkan kepada kami ayahku, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Utsman al-Qawimsani, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Umar al-Hafidz, telah menceritakan kepada kami Abu Hudzaifah Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin ‘Ubaid ash-Shafar Bihims, telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidillah bin ‘Ali bin ‘Ubaidah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Ubaid bin al-Bishri, telah menceritakan kepada kami Mu’ammar bin Sulaiman dari Isma’il bin Abi Khalid dari Qais bi Abi Hazim dari Jarir bin ‘Ubaidillah dari Nabi saw ia berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya bulan Ramadhan itu (pahalanya) terkantung-kantung di antara langit dan bumi; tidak akan naik (pahalanya) kecuali telah menunaikan zakat fitrah”.
Hadits ini terdapat dalam al-‘Ilal al-Mutanahiyah fi al-Ahaadits al-Waahiyah Imam al-Jauziy, al-Gharaib al-Multaqathah min Musnad al-Firdaus Ibn Hajar, dan Musnad Firdaus imam al-Dailamiy. Agar mudah untuk difahami dalam jalur periwayatanya, berikut kami tampilkan pohon sanadnya.
Analisis Sanad
Mengenai dua jalur periwayatan yang terdapapat pada pohon sanad di atas, terdapat komentar dari salah satu pentahqiq karya Ibnul Jauzi sebagai berikut ini:
قَالَ الْمُؤَلِّفُ: “هَذَانِ حَدِيثَانِ لا يَصِحَّانِ أَمَّا الأَوَّلُ فَفِيهِ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عُثْمَانَ”. قَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ طَرَحَ النَّاسُ حَدِيثَهُ وَقَالَ ابْنُ حَبَّانَ: “لا يَجُوزُ الاحْتِجَاجُ بِهِ وَأَمَّا الثَّانِي فَإِنَّ مُحَمَّدَ بْنَ عُبَيْدٍ مَجْهُولٌ”.
Salah satu pentahqiq (Irsyadul Haq al-Atsari W.597H) berkata: “Penyusun (Ibnul Jauzi) berkata: “Dua hadits ini tidak shahih, karena hadits pertama (dari jalur Anas bin Malik) terdapat rawi bernama Ábd al-Rahman ibn Útsman.” Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Para ulama memandang cacat pada haditsnya. Ibn Hibban berkata: “Tidak boleh berhujjah dengannya”.
Adapun hadits kedua (dari jalur Jarir ibn Ábdillah) terdapat rawi bernama Muhammad bin ‘Ubaid, ia rawi majhul (majhul ‘ain, pent.)
Para ulama ahlu nuqad sepakat dengan ketetapan ini, salah satunya adalah al-Hafizh Ibnu Hajar, yang mana beliau langsung menukil penjelasan imam Ibnul Jauziy yang beliau tulis dalam kitabnya Lisan al-Mizan.
Selain itu pula, kecacatan lainnya terdapat pada rawi benama Baqiyyah. Al-Hafidz menjelaskan dalam taqribnya sebagai berikut:
بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيْدِ بْنُ صَائِدِ بْنِ كَعْبٍ اَلْكَلَاعِي صَدُوْقٌ كَثِيْرُ التَّدْلِيْسِ عَنِ الضُّعَفَاءِ مِنَ الثَّامِنَةِ مَاتَ سَنَةَ سَبْعٍ وَتِسْعِيْنَ
Baqiqyah bin al-Walid bin Sha’id bin Ka’b al-Kala’iy, ia Shaduq banyak mentadliskan dari rawi dhaif, ia termasuk thabaqah ke-8 dan wafat pada tahun 97 H. (Taqrib al–Tahdzib, Juz 1 hal. 126 no.734)
Al-Hafidz memartabatinya pada golongan ke-4 dari tingkatan mudallisin, yang mengindikasikan bahwa rawi tersebut banyak melakukan tadlis (pemalsuan) dari rawi dhaif dan majhul. (Thabaqah al-Mudallisin, juz 1 hal. 14 no. 117)
Terdapat juga riwayat lain dengan redaksi berikut ini:
لَا يَزَالُ صِيَامُ الْعَبْدِ مُعَلَّقًا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ حَتَّى يُؤَدِّيَ زَكَاةَ فِطْرِهِ
“Puasa hamba akan selalu terkatung-katung di antara langit dan bumi, sampai zakat fitrahnya ditunaikan”.
Namun sanad ini sama dengan riwayat pertama dari jalur Anas kepada Abdurrahman dan Baqiyah. Serta hadits ini dihukumi munkar.
Dari beberapa penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa hadits yang menerangkan bahwa pahala shaum dibulan Ramadhan pahalanya belum diterima atau masih menggantung antara langit dan bumi adalah sangat dhaif sekali.
Mengingat semua hadits di atas bermasalah, para ulama tidak menjadikannya sebagai dalil. Karena itulah, zakat fitrah bukan syarat diterimanya puasa. Sehingga puasa seseorang tetap sah, sekalipun dia tidak membayar zakat fitrah. Hanya saja, dia melakukan pelanggaran.
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud 1609; Ibnu Majah 1827. Al-Hafidz Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang membayar zakat fitrah setelah shalat id, tidak sah sebagai zakat fitrah, karena disebut oleh Nabi saw sebagai sedekah biasa, meskipun tidak mempengaruhi puasanya. Dengan demikian tidak ada hubungannya zakat fitrah dengan sah dan tidaknya shaum seseorang. Hal ini ditegaskan pula oleh Imam al-Albani:
ثم إن الحديث لو صح لكان ظاهر الدلالة على أن قبول صوم رمضان متوقف على إخراج صدقة الفطر ، فمن لم يخرجها لم يقبل صومه ، ولا أعلم أحدا من أهل العلم يقول به
Jika hadits di atas shahih, berarti maknanya bahwa diterimanya puasa tergantung dari pembayaran zakat fitrah. Sehingga siapa yang tidak membayar zakat fitrah, puasanya tidak diterima. Dan saya tidak mengetahui adanya satupun ulama yang mengatakan pendapat ini. (As-Silsilah al-Ahadits ad-Dhaifah, no. 43). WaLlahu A’lam