-
وَعَنْ أَنَسٍ قَالَ: رَأَى النَّبِيُّ رَجُلاً وَفِي قَدَمِهِ مِثْلُ الظُّفْرِ لَمْ يُصِبْهُ الْمَاءُ. فَقَالَ: اِرْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ. أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ
Dari Anas ra, ia berkata: Nabi saw melihat seorang lelaki yang pada tumitnya ada sebesar kuku tidak terbasuh air. Beliau lalu bersabda: “Kembalilah dan perbaikilah wudlumu.” Abu Dawud dan an-Nasa`i mengeluarkannya.
Takhrij Hadits
Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam kitab Sunannya kitab at-thaharah bab tafriqil-wudlu no. 173. Sementara itu dalam Sunan an-Nasa`i al-Mujtaba, as-Sunan al-Kubra ataupun al-Muntaqa min ‘Amalil-Yaum wal-Lailah hadits di atas tidak ditemukan. Dalam at-Talkhishul-Habir 1 : 172 al-Hafizh juga tidak menyebutkan bahwa hadits di atas diriwayatkan oleh an-Nasa`i. Jadi kemungkinan besar penyebutan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh an-Nasa`i adalah sebuah kekeliruan.
Syarah Ijmali
Hadits ini mengajarkan bahwa wudlu harus dilakukan dengan sempurna mencakup semua bagian anggota wudlu. Jika ada sebagian, meskipun kecil, yang tidak tercuci/terbasuh air maka wudlunya tidak sah. Wudlu tersebut harus diulangi seluruhnya, tidak hanya pada bagian yang terlewatnya saja.
Bagian tumit harus diperhatikan dengan seksama ketika berwudlu, sebab bagian ini yang paling sering terlewatkan. Dalam hadits lain kasus seperti ini juga diingatkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ تَخَلَّفَ رَسُولُ اللهِ فِي سَفَرٍ سَافَرْنَاهُ فَأَدْرَكَنَا وَقَدْ أَرْهَقْنَا الصَّلاةَ صَلاةَ الْعَصْرِ وَنَحْنُ نَتَوَضَّأُ فَجَعَلْنَا نَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنْ النَّارِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا
Dari ‘Abdullah ibn ‘Amr, ia berkata: Rasulullah saw tertinggal dalam suatu safar. Lalu ketika beliau bertemu kami kembali, kami sudah terdesak oleh waktu shalat ‘Ashar (sudah hampir habis). Ketika itu kami berwudlu dengan mengusap kaki kami. Lalu beliau berteriak dengan keras: “Kecelakaan bagi tumit-tumit dari api neraka.” 2x atau 3x (Shahih al-Bukhari kitab al-‘ilm bab man a’adal-hadits tsalatsan no. 96. Kekeliruan yang dilakukan dalam hadits ini adalah mengusap kaki, padahal seharusnya mencucinya, tidak sebatas mengusapnya saja).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ رَجَعْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِمَاءٍ بِالطَّرِيقِ تَعَجَّلَ قَوْمٌ عِنْدَ الْعَصْرِ فَتَوَضَّئُوا وَهُمْ عِجَالٌ فَانْتَهَيْنَا إِلَيْهِمْ وَأَعْقَابُهُمْ تَلُوحُ لَمْ يَمَسَّهَا الْمَاءُ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ أَسْبِغُوا الْوُضُوءَ
Dari ‘Abdullah ibn ‘Amr, ia berkata: Kami pernah pulang bersama Rasulullah saw dari Makkah ke Madinah. Ketika kami sampai di sebuah mata air di perjalanan, beberapa orang ada yang tergesa-gesa di waktu ‘Ashar dan mereka berwudlu dengan tergesa-gesa. Ketika kami menemui mereka, tumit-tumit mereka terlihat jelas belum terbasuh air. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Kecelakaan bagi tumit-tumit dari api neraka. Sempurnakanlah wudlu.” (Shahih Muslim kitab at-thaharah bab wujub ghaslir-rijlain bi kamalihima no. 593)
Maka dari itu, setiap selesai wudlu sebaiknya diperiksa lagi dengan seksama agar tidak ada anggota wudlu yang tidak tercuci/terbasuh air.
Bagi yang memakai cincin, gelang, jam tangan, atau perhiasan lainnya yang ada pada bagian tubuh yang harus dicuci ketika wudlu, mesti diperhatikan dengan seksama agar betul-betul tercuci, tidak hanya terbasuh air, sebagaimana diajarkan Nabi saw dalam hadits di atas (Shahih al-Bukhari no. 96). Jika sulit, sebaiknya perhiasan-perhiasan itu dilepas dahulu.
Hadits di atas juga mengajarkan bahwa amar ma’ruf nahyi munkar dalam kaitan ibadah tidak boleh ditangguhkan. Jika ada kesalahan yang terjadi, segera ingatkan saat itu juga.
-
وَعَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ وَيَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dan darinya (Anas) ra, ia berkata: “Rasulullah saw berwudlu dengan air 1 mudd, dan mandi engan air 1 sha’ sampai 5 mudd.” Disepakati shahihnya.
Takhrij Hadits
Hadits di atas ditulis oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya kitab al-wudlu bab al-wudlu bil-mudd no. 201 dan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya kitab al-haidl bab al-qadril-mustahab minal-ma`i fi ghuslil-janabah no. 763
Syarah Ijmali
Ibn Manzhur menjelaskan bahwa 1 mudd itu adalah ¼ sha’ (Lisanul-‘Arab). Jika 1 sha’ = 3-3,25 liter, berarti 1 mudd = 750-800 ml dan 5 mudd = 3,75 – 4 liter. Itu berarti bahwa Nabi saw berwudlu dengan air sebanyak 750-800 ml dan mandi menggunakan air sebanyak 3,75–4 liter. Pesan inti dari hadits ini adalah kesederhanaan dalam menggunakan air, tidak boleh israf (melebihi dari keperluan).
-
وَعَنْ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ : مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ, فَيُسْبِغُ الْوُضُوءَ, ثُمَّ يَقُولُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ, إِلَّا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ. أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ وَالتِّرْمِذِيُّ وَزَادَ: اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ, وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ
Dari ‘Umar ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah salah seorang dari kalian berwudlu dengan sempurna lalu mengucapkan ASYHADU … ‘ABDUHU WA RASULUH (Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah Yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad hamba-Nya dan Rasul-Nya), kecuali akan dibukakan baginya delapan pintu surga, ia bebas memilih masuk dari pintu mana saja.” Muslim dan at-Tirmidzi mengeluarkannya. At-Tirmidzi menambahkan (dalam sanad yang diriwayatkannya ada tambahan): “ALLAHUMMA-J’ALNI … MINAL-MUTATHAHHIRIN (Ya Allah jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bersuci).”
Takhrij Hadits
Hadits di atas terdapat dalam Shahih Muslim kitab at-thaharah bab adz-dzikril-mustahabb ‘aqibal-wudlu` no. 576 tanpa tambahan yang ada dalam riwayat at-Tirmidzi. Sementara itu dalam Sunan at-Tirmidzi hadits di atas tertulis dalam abwab at-thaharah bab ma yuqalu ba’dal-wudlu no. 55
Mengenai tambahan do’a yang ada dalam riwayat at-Tirmidzi: Allahumma-j’alni minat-tawwabin wa-j’alni minal-mutathahhirin, Imam at-Tirmidzi sendiri menyatakan bahwa dalam sanadnya ada idlthirab (kerancuan dan inkonsistensi) dan tidak ada yang shahih dalam hal do’a di akhir wudlu ini sedikit pun. Akan tetapi al-Hafizh membantahnya dengan menyatakan bahwa Imam Muslim jelas meriwayatkan hadits ini, yang berarti shahih. Sementara mengenai tambahan dalam riwayat at-Tirmidzi: Allahumma-j’alni minat-tawwabin wa-j’alni minal-mutathahhirin, diriwayatkan juga oleh al-Bazzar dan at-Thabrani dalam al-Mu’jamul-Ausath dari sanad Tsauban, dan oleh Ibn Majah dari Anas (at-Talkhishul-Habir 1 : 186). Dengan demikian hadits ini bisa diamalkan. Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul-Ahwadzi juga menyatakannya bisa diamalkan (kitab at-thaharah ba’dal-wudlu bab fi ma yuqalu ba’dal-wudlu). Sementara al-Albani menilainya shahih (Shahih wa Dla’if Sunan at-Tirmidzi).
Syarah Ijmali
Hadits ini mengajarkan bahwa wudlu harus dilaksanakan dengan sempurna sampai pada membaca do’a di akhir wudlu.
Pahala wudlu “yang sempurna” itu sangat besar, terlihat dari delapan pintu surga yang dibukakan untuknya dan dipersilahkan memilihnya untuk dimasuki. Menurut sebagian ulama, pahala besarnya ini erat kaitannya dengan ikrar syahadat yang merupakan ucapan tauhid. Sedang tauhid itu selalu dinyatakan sebagai amal yang paling istimewa.
Pintu-pintu surga yang dimaksud hadits di atas disebutkan dalam riwayat lain di antaranya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَالَ مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ نُودِيَ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا خَيْرٌ فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّلَاةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّلَاةِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجِهَادِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الْجِهَادِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الرَّيَّانِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقَةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللهِ مَا عَلَى مَنْ دُعِيَ مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ مِنْ ضَرُورَةٍ فَهَلْ يُدْعَى أَحَدٌ مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ كُلِّهَا قَالَ نَعَمْ وَأَرْجُو أَنْ تَكُونَ مِنْهُمْ
Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang menginfaqkan satu pasang (satu pasang dari satu jenis atau dua macam dari satu jenis benda) di jalan Allah, ia akan diseru dari pintu-pintu surga: ‘Hai hamba Allah, ini sangat baik.’ Maka siapa yang termasuk ahli shalat ia akan diseru dari pintu Shalat. Siapa yang termasuk ahli jihad ia akan diseru dari pintu Jihad. Siapa yang termasuk ahli shaum ia akan diseru dari pintu ar-Rayyan. Dan siapa yang termasuk ahli shadaqah ia akan diseru dari pintu Shadaqah.” Abu Bakar berkata: “Atas nama bapak dan ibuku wahai Rasulullah, tidak ada kesusahan bagi orang yang diseru dari pintu-pintu itu. Apakah ada orang yang diseru dari pintu-pintu itu semuanya?” Beliau menjawab: “Ya ada. Dan aku berharap kamu salah satunya.” (Shahih al-Bukhari kitab as-shaum bab ar-rayyan lis-sha`imin no. 1897; Shahih Muslim kitab az-zakat bab man jama’as-shadaqah wa a’mal al-birr no. 2418)
Di samping itu, terdapat do’a-do’a khusus ketika mencuci wajah, mencuci tangan, mengusap kepala dan mencuci kaki. Menurut ar-Rafi’i itu didasarkan pada atsar (riwayat) dari orang-orang shalih. Akan tetapi Imam an-Nawawi dalam kitab ar-Raudlah menyatakan:
هذَا الدُّعَاءُ لاَ أَصْلَ لَهُ وَلَمْ يَذْكُرْهُ الشَّافِعِيُّ وَالْجُمْهُورُ
“Do’a ini tidak ada ashalnya. Imam as-Syafi’i dan jumhur pun tidak pernah menyebutkannya.”
Dalam kitab Syarhul-Muhadzdzab Imam an-Nawawi menyatakan:
لَمْ يَذْكُرْهُ الْمُتَقَدِّمُونَ
“Ulama-ulama dahulu tidak ada yang pernah menyebutkannya.”
Sementara itu Ibnus-Shalah berkata:
لَمْ يَصِحَّ فِيهِ حَدِيثٌ
“Tidak ada satu pun hadits yang shahih.”
رُوِيَ فِيهِ عَنْ عَلِيٍّ مِنْ طُرُقٍ ضَعِيفَةٍ جِدًّا… وَرَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي الضُّعَفَاءِ مِنْ حَدِيثِ أَنَسٍ نَحْوَ هَذَا وَفِيْهِ عَبَّاسُ بْنُ صُهَيْبٍ وَهُوَ مَتْرُوكٌ. وَرَوَى الْمُسْتَغْفِرِيُّ مِنْ حَدِيثِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ وَلَيْسَ بِطُوْلِهِ وَإِسْنَادُهُ وَاهٍ
Dan al-Hafizh berkata: “Terdapat beberapa riwayat dari ‘Ali, tapi sanad-sanadnya dla’if sekali… Ibn Hibban meriwayatkannya dalam kitab ad-Dlu’afa dari hadits Anas seperti ini tetapi dalam sanadnya ada ‘Abbas ibn Shuhaib seorang matruk (tukang dusta). Al-Mustaghfiri meriwayatkan dari hadits al-Bara ibn ‘Azib tidak panjang, sanadnya lemah.” (at-Talkhishul-Habir 1 : 297-298).