Beriman terhadap hal-hal ghaib merupakan penyempurna keimanan dan ketakwaan seorang mukmin (lihat QS. al-Baqarah [2]: 2-3); maka tidaklah sempurna keimanan seorang mukmin sampai ia percaya dan yakin akan eksistensi kedua makhluk ghaib yang Allah ciptakan -malaikat dan jin- dan karakteristik mereka. Jin merupakan makhluk Allah yang sama-sama hidup berdampingan di bumi dengan manusia meskipun manusia tidak mampu melihat wujud asli dari jin; itu disebabkan manusia adalah makhluk yang memiliki fisik sedangkan jin adalah makhluk ghaib yang tidak mampu dirasakan oleh kelima indera manusia. Allah berfirman:
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ
“…Sesungguhnya ia (setan) dan kabilahnya (golongan jin) dapat melihat kalian dari suatu tempat yang kalian tidak dapat melihat mereka…” (QS al-A’raf [7]: 27)
Oleh karena itu manusia mustahil dapat berinteraksi dengan jin kecuali jika mereka menampakkan diri atau merasuk ke dalam tubuh manusia.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Ubay ibn Ka’b –radliyal-`Llahu ‘anhu-pernah bertemu dan berinteraksi dengan jin yang menampakkan dirinya.
عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ كَانَ لَهُ جَرِينُ تَمْرٍ فَكَانَ يَجِدُهُ يَنْقُصُ فَحَرَسَهُ لَيْلَةً، فَإِذَا هُوَ بِمِثْلِ الْغُلَامِ الْمُحْتَلِمِ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ، فَقَالَ: أَجِنِّيٌّ، أَمْ إِنْسِيٌّ؟ فَقَالَ: بَلْ جِنِّيٌّ، فَقَالَ: أَرِنِي يَدَكَ فَأَرَاهُ، فَإِذَا يَدُ كَلْبٍ وَشَعْرُ كَلْبٍ، فَقَالَ: هَكَذَا خَلْقُ الْجِنِّ، فَقَالَ: لَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنُّ إِنَّهُ لَيْسَ فِيهِمْ رَجُلٌ أَشَدُّ مِنِّي، قَالَ: مَا جَاءَ بِكَ، قَالَ: أُنْبِئْنَا أَنَّكَ تُحِبُّ الصَّدَقَةَ فَجِئْنَا نُصِيبُ مِنْ طَعَامِكَ، قَالَ: مَا يُجِيرُنَا مِنْكُمْ؟ قَالَ: تَقْرَأُ آيَةَ الْكُرْسِيِّ مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} [البقرة: ٢٥٥] قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: إِذَا قَرَأْتَهَا غُدْوَةً أُجِرْتَ مِنَّا حَتَّى تُمْسِيَ، وَإِذَا قَرَأْتَهَا حِينَ تُمْسِي أُجِرْتَ مِنَّا حَتَّى تُصْبِحَ، قَالَ أُبَيٌّ فَغَدَوْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ بِذَلِكَ، فَقَالَ: «صَدَقَ الْخَبِيثُ«
Dari Ubay ibn Ka’b –radliyal-`Llahu ‘anhu– bahwa ia mempunyai satu bejana berisi kurma, namun selalu berkurang. Pada suatu malam, ia mencoba menjaganya. Tiba-tiba muncul seekor binatang sebesar anak remaja. Maka, ia memberi salam kepadanya, lalu bintang tersebut menjawab salamnya. Ubay bertanya, “Siapa kamu? Jin atau manusia?” “Bukan manusia, akan tetapi jin.”, jawabnya. Ubay berkata, “Coba perlihatkan tanganmu kepadaku!”. Maka ia memperlihatkan tangannya kepada Ubay; tangannya mirip dengan tangan anjing dan berbulu mirip bulu anjing pula. Ubay berkata lagi, “Seperti inikah bentuk ciptaan jin?”. Ia menjawab, “Sesungguhnya para jin tahu bahwa di tengah-tengah mereka ada yang lebih mengerikan daripada aku.” Ubay bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?” Jin menjawab, “Kami mendengar bahwa kamu orang yang suka bersedekah, kami ke sini karena ingin mendapat bagian dari makananmu”. Ubay bertanya, “Apa yang dapat menjaga kami dari gangguan kalian?”. Ia menjawab, “Ayat yang terdapat dalam surat al-Baqarah (ayat kursi). Siapa yang membacanya di sore hari, maka ia terjaga dari kami sampai pagi hari dan siapa yang membacanya di pagi hari, maka ia terjaga dari kami sampai sore hari.” Ubay berkata: ‘Keesokan harinya aku mendatangi Rasulullah –shallal-`Llahu ‘alaihi wa salam– dan menceritakan perihal tersebut kepadanya. Maka Rasulullah –shallal-`Llahu ‘alaihi wa salam– bersabda: “Si keji itu telah berkata benar”. (al-Mustadrak ‘alas-Shahihaini lil-Hakim bab akhbarin fi fadllis-suratil-baqarati no. 2064)
Jin dapat merasuk ke dalam tubuh manusia yang dikenal dengan istilah kesurupan. Perihal kesurupan, ada orang mukmin yang mempercayainya dan ada juga sebagian yang menolaknya dan menganggap fenomena kesurupan bukan disebabkan oleh jin, tapi merupakan gejala psikologis sebagai salah satu gangguan kejiwaan. Golongan kedua ini meyakini bahwa kesurupan merupakan refleksi jiwa yang disebabkan oleh tekanan sosial atau stress yang berlebih. Mereka sudah termakan oleh pemikiran ala mu’tazilah yang menuhankan logika dalam meyakini perkara-perkara aqidah yang seharusnya logika tidak perlu banyak ikut campur ke dalamnya.
Di dalam al-Qur`an dan hadits pun ada dalil-dalil yang menjadi hujjah yang kuat untuk menyatakan bahwa kesurupan itu nyata; benar-benar akibat gangguan jin; bukan tahayul belaka, di antaranya adalah firman Allah:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri kecuali seperti berdirinya orang yang diganggu setan dari sentuhannya…” (QS al-Baqarah [2]: 275)
Al-Hafizh Ibn Katsir menjelaskan sebagai berikut:
لَا يَقُومُونَ مِنْ قُبُورِهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الْمَصْرُوعُ حَالَ صَرَعِهِ وَتَخَبُّطَ الشَّيْطَانِ لَهُ
“Mereka tidak akan bangkit dari kuburnya pada hari kiamat kecuali akan berdiri seperti berdirinya orang yang kesurupan ketika setan merasukinya…” (Tafsir Ibn Katsir QS al-Baqarah [2]: 275)
Al-Imam al-Qurthubi pun mengatakan sebagai berikut:
فِي هَذِهِ الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى فَسَادِ إِنْكَارِ مَنْ أَنْكَرَ الصَّرْعَ مِنْ جِهَةِ الْجِنِّ، وَزَعَمَ أَنَّهُ مِنْ فِعْلِ الطَّبَائِعِ، وَأَنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَسْلُكُ فِي الْإِنْسَانِ وَلَا يَكُونُ مِنْهُ مَسٌّ،
“Ayat ini menjadi dalil atas tidak benarnya pengingkaran terhadap fenomena kesurupan disebabkan oleh jin dan menganggap bahwa itu adalah murni gejala psikologis serta bahwa setan tidak mungkin mengalir di dalam tubuh manusia dan tidak bisa merasuk ke dalam tubuhnya.” (Tafsir al-Qurthubi QS al-Baqarah [2]: 275)
Adapun dalil dari hadits adalah sabda Nabi –shallal-`Llahu ‘alaihi wa salam-:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ الإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ،
“Sesunggunya setan (jin) dapat mengalir di dalam tubuh manusia seperti mengalirnya darah.” (Shahih al-Bukhari bab ziyaratul-mar`ati zaujaha fi-’tikafihi no.2038)
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَدْمِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ التَّرَدِّي، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْغَرَقِ، وَالْحَرِيقِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ،
“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari tertimpa benda keras, aku berlindung kepadaMu dari mati terjatuh, aku berlindung kepada-Mu dari tenggelam dan kebakaran, serta aku berlindung kepada-Mu dari keadaan setan merasuki badanku ketika mendekati kematian…” (Sunan an-Nasa`i bab al-isti’adzah minat-taraddi wal-hadmi no. 5533)
Secara umum, merasuknya jin ke dalam tubuh manusia bisa di luar kehendak orang yang dirasuki maupun benar-benar dengan kehendaknya dengan cara mengundang jin agar merasuki tubuhnya. Merasuknya jin di luar kehendak manusia disebabkan beberapa hal, di antaranya: (1) jin mencintai orang yang kesurupan agar ia dapat menikmati kebersamaan dengannya, (2) jin merasa terganggu oleh manusia baik disengaja maupun tidak, seperti menyiramkan air panas tanpa mengucapkan basmalah sehingga menyakiti mereka, (3) jin hanya ingin usil atau main-main saja dengan manusia, dan (4) dikirim oleh orang yang melakukan praktik sihir seperti pelet atau santet. (Lihat Majmu’ul-Fatawa, XIX/39)
Sedangkan merasuknya jin atas kehendak manusia disebabkan ritual-ritual tertentu yang berhubungan dengan sihir, seperti ilmu kanuragan yang dapat diaktifkan jika sudah melakukan ritual mengundang jin khadam (pelayan) yang merasuk atau menyertai si pelaku. Untuk bentuk yang pertama tentu hukumnya tidak berdosa, bahkan bisa menjadi pahala bagi korban jika bersabar karena terzhalimi, sedangkan bentuk yang kedua hukumnya berdosa karena merupakan salah satu praktik syirik, yaitu meminta perlindungan dan pertolongan kepada jin (lihat QS al-Jinn [72]: 6).
Penyembuhan kesurupan hanya bisa dilakukan dengan ruqyah dan berdo’a meminta pertolongan kepada Allah; baik secara mandiri maupun dilakukan oleh orang lain yang lebih bertaqwa, tidak boleh menggunakan jampi-jampi, rajah -tulisan huruf arab terpisah yang pada hakikatnya adalah mantra-, atau ritual-ritual tertentu seperti bertapa atau puasa dalam waktu tertentu yang tidak ada tuntunannya sama sekali. Jika demikian, bukan kesembuhan yang diperoleh, tapi jin akan semakin bertambah sehingga kesurupan semakin sulit untuk disembuhkan.
Adapun untuk mencegah atau melindungi diri dari kesurupan adalah dengan cara meminta perlindungan kepada Allah dari gangguan setan dan jin yang jahat dan sering berdzikir, terutama dzikir pagi, petang, dan dzikir ba’da shalat fardlu. Salah satunya adalah membaca ayat kursi seperti yang sudah disebutkan dalam hadits Ubay di atas atau membaca tahlil (la ilaha illal-`Llahu wahdahu la syarika lahu, lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa ‘ala kulli syai`in qadir) sebanyak 100 kali setiap pagi dan petang, sehingga Allah akan memberikan kepada orang yang membacanya benteng dari gangguan setan (lihat Shahih al-Bukhari bab fadllit-tahlil no. 6403). Wal-`Llahu a’lam.